GN-6

15 8 0
                                    

Nada sangat senang menggoda Gema. Sudah tiga tahun mereka ada di ruang lingkup kelas yang sama. Tapi, tidak pernah sekalipun seorang Gema menyapa atau bertanya dengan sukarela pada Nada.  Bukan hanya Nada, tapi pada semua orang yang ada di kelasnya.

Nada yang selalu repot-repot menyapa terlebih dahulu. Nada juga yang selalu bertanya, meski dijawab seadanya. Dan ketika semesta tidak sengaja mendekatkan mereka, Nada tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada.

Nada tersedak air liurnya ketika sedang tertawa. Membuat tenggorokannya perih. Nada membuka handphone saat terdengar dentingan. E-mail yang masuk membuat Nada penasaran. Tanpa kecurigaan apapun dia langsung membuka video yang tertera di lampiran.

Video yang berdurasi 20 detik itu menampilkan cuplikan, di mana seorang wanita membunuh seseorang dengan cara sadis. Wanita yang terus menikam korban dengan alat panjang seperti obeng, namun tidak terlalu jelas.

"AAAAAAA ..." Nada melempar handphone di tangannya.

Sekujur tubuh Nada panas dan lemas. Tangganya gemetar, tangisnya pecah. Nada takut ... Benar-benar takut.

***

"Mending Lo pulang, deh. Malu di liatin."

"Bodoamat!" Nada menjawab setengah terisak.

"Bukan Lo yang malu, tapi gue." Gema  mengetuk pelan kening Nada.

Nada tidak merespon. Dia masih terisak-isak.

Gema berlari menghampiri Nada ketika mendengar teriakan dari gadis itu. Gema yang berniat pulang mau tidak mau harus menemani Nada untuk sementara waktu. Dilihat dari E-mail yang Nada terima, orang tersebut sedang menekan mental Nada. Karena terpangpang dengan jelas sebuah kalimat mengerikan yang tidak wajar dikirim dari manusia normal.

Terlihat menyenangkan ...
Mari kita lakukan.

Kalimat itu yang berbaris rapi di pesan e-mail sebelum video.

Gema menghela nafas.

"Udahlah ... Pulang buruan." Gema menepuk-nepuk bahu Nada, lantas berdiri.

"Kaki gue lemes, Gem ..."

Gema menghela nafas lagi. Lalu berjongkok membelakangi Nada.

Gema menepuk-nepuk punggungnya, "Buruan!"

Mata Nada berbinar. Dia tidak akan menolak, dengan senang hati loncat ke punggung Gema.

"Uhuk ... Uhuk ... Pelan-pelan woi! Beban lo berat."

Nada nyengir dengan isakan dan air mata yang masih terurai. Perlahan Gema berdiri, menahan tungkai kaki Nada dengan kedua tangannya agar tidak jatuh. Nada mengalungkan tangannya di leher Gema juga menyandarkan kepalanya ke bahu cowok itu.

Entah sudah berapa lama Nada menatap pahatan wajah Gema dari samping, sekarang dia terlelap. Gema tidak tahu rumah Nada di mana, ingin bertanya, tapi dia tidak tega membangunkannya. Kemarin dia hanya mengantar Nada sampai pertigaan.

"Lho? Itu neng Nada?"

Gema berhenti saat melihat seorang ibu-ibu yang menyapa. Gema tersenyum dan mengangguk.

"Kenapa di gendong?"

"Jatuh, Bu," Jawab Gema singkat.

Gema malas menjelaskan yang tentunya akan panjang. Jangan lupakan kalau mereka berada di pinggir jalan. Gema ingin cepat-cepat sampai, tubuh yang dia bawa ini berat.

"Oh ... neng Nada memang susah diem." Ibu itu terkekeh.

"Bu, rumah Nada di mana ya?"

"Itu di depan," si ibu menunjuk bangunan-bangunan kecil yang berjejer, "Ada kamar-kamar kost khusus perempuan. Neng Nada tinggal di kamar No.6."

Gema NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang