Berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Boleh dibilang, hari ini adalah hari di mana aku datang ke sekolah dengan mood terbaik meski tahu apa yang akan aku hadapi di kelas. Wajahku memang sedikit pucat karena terlambat tidur. Tapi, kantung mataku ini tidak bisa menutupi optimisme yang sedang membara dalam diriku sekarang. Dania, Eli, Jaka, atau siapapun. Silahkan bicara tentang Norman di depanku sekarang. Aku siap menghadapi kalian! Aku bisa mendengar bel yang mengiringi pertandingan tinju berdentang di kepalaku.
"Hai, Ririn," sapa Dania saat aku tiba di bangku kami.
"Pagi, Dania," balasku ramah dan membuat Dania agak heran melihat reaksiku.
"Ceria banget ...?" Aku hanya tersenyum sebelum menyiapkan buku mata pelajaran pertama. Hari ini matematika. Huh, angka lagi! Tapi tidak apa-apa. Aku akan bersahabat dengan segala mata pelajaran berangka hari ini.
"Tadi aku ketemu Norman waktu baru datang."
Ini dia! Aku berseru dalam hati. Seakan sedang menanti kedatangan orang penting.
"Dia nitip salam buat kamu. Sama ... nitip hadiah. Nih." Dania merogoh tas ranselnya dan mengeluarkan sebatang cokelat yang diikat dengan pita. Aku hanya memandang sekilas benda itu sebelum berpaling pada buku diktat yang sudah kupersiapkan dan membuka-bukanya.
Aku tidak heran saat melihat merk cokelat kesukaanku yang dititipkan Norman pada Dania. Ia pasti bertanya pada cewek itu atau Jaka tentang apa saja yang menjadi favoritku. Tapi sayang, aku sedang tidak berminat untuk menerima benda itu. Aku tahu, Norman pasti berusaha mengambil hatiku dengan menitipkan cokelat favoritku pada Dania. Huh! Nggak mempan, saudara!
Dan berhasil. Reaksiku itu mengundang tanya Dania yang kini menatapku heran sementara cokelat di tangannya tidak berpindah sama sekali.
"Rin." Akhirnya Dania memanggilku setelah beberapa saat aku tak bereaksi apa-apa. Aku hanya menjawab panggilannya dengan 'hm...' yang terkesan tidak peduli. "Ini hadiah valentine buat kamu," ulangnya seakan aku tuli.
"Terus?"
"Ya diterima, dong. Dia udah capek-capek beliin buat kamu, tahu. Emang telat sih, tapi kayaknya nggak apa-apa,deh." Aku meletakkan buku dan menengok pada Dania.
"Aku nggak peduli. Kan aku nggak minta. Kalau kamu mau, buat kamu aja." Dania mengerjap saat mendengar kalimatku. Cokelat yang sedari tadi melayang di antara kami perlahan diturunkan oleh Dania. "Dia titip apa aja ke kamu juga, aku masa bodo." Aku melempar senyum tipis sebelum beralih pada bukuku kembali.
"Dan kalau bisa," ucapku lagi. "mulai sekarang berhenti nyampein salam dari Norman. Bilang sama dia, nggak usah repot kasih apa-apa. Toh nggak ada pengaruhnya buat aku. Lagian, aku udah punya pacar." Kalimat terakhirku sukses membuat Sarah memutar tubuhnya.
"Apa, Rin? Kamu udah punya pacar?!" Aku mengangkat pandang. Suara geledek Sarah kini mengundang perhatian seisi kelas. Kepadaku.
"Iya ...," jawabku setelah beberapa saat. Agak terkejut dengan kesenyapan yang tiba-tiba timbul. Eli yang duduk di barisan paling depan langsung berlari ke tempatku.
"Kamu udah jadian sama Norman?" tanya Eli.
"Nggak. Bukan sama Norman," jawabku cepat. Enak saja!
"Namanya siapa? Kelas berapa? Kita kenal dia apa nggak?"
Whoa! Whoa! Anak ini nggak bisa santai, ya? Mata Eli berkilat-kilat. Sangat kentara jika rasa penasarannya tidak terbendung.
"Namanya ... Rizki," jawabku. "Rizki Aditya Sutedjo. Kelas dua juga. Sama kayak kita." Aku harus minta maaf kepada keluarga Sutedjo yang bertetangga dengan Putra, sepupuku. Karena menggunakan nama keluarga mereka secara sembarangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Paham [TAMAT]
Teen FictionAuthor's note : judul sebelumnya 'Fiksi'. Bagaimana sih rasanya terkenal? Namaku Karina Aulia. Cuma murid SMA biasa. Tidak terlalu populer walau temanku di mana-mana. Tapi mendadak, seantero sekolah jadi memerhatikanku. Setiap aku lewat, ada saja ya...