7. CUKUP!

204 57 140
                                        

Seakan kejadian semalam belum cukup, hari ini aku mendapat kejutan lain di sekolah. Perutku sedikit kurang enak akibat satu gelas besar jus tomat dan jeruk semalam. Mbak Kiki bilang, itu bisa men-­detox racun dalam tubuh dan menambah vitamin C untuk kebugaranku. Tapi masalahnya, walaupun seorang anggota tim voli dan terbiasa memakan makanan sehat, tapi perutku belum bisa menerima segala bentuk makanan dan minuman yang dibuat Mbak Kiki sekalipun itu demi alasan kesehatan. Aku merasa digelonggong. Tapi, bukan itu masalah utamaku sekarang. Melainkan sekelompok remaja di kelas 2-C yang selalu ingin tahu tentang 'kabar' dariku.

"Rin. Gimana rasanya nge-date?" tanya Eli. Ia bersama empat orang teman sekelasku yang semuanya perempuan mendadak mengelilingi mejaku saat jam istirahat dan memasang ekspresi perpaduan atara penasaran dan antusias. Beberapa di antara mereka hanya cekikikan.

"Maksudnya?" tanyaku tak mengerti.

"Ck! Nggak usah pura-pura deh, Rin," sahut salah seorang dari mereka yang berambut keriting. Namanya Anastasia, tapi panggilannya cukup singkat, Chia. "Kamu semalam nonton bareng Norman, kan?"

"Cieee ...!" Sorakan teman-temanku seketika berubah laksana dengungan yang membuat pusing kepala. Mereka tertawa-tawa dan saling menimpali. Menebak-nebak apa yang kulakukan di dalam teater bersama Norman semalam.

Ini masih terlalu pagi untuk bergosip -setidaknya bagiku- Bagaimana mereka bisa tahu tentang kejadian semalam? Aku yakin tidak melihat seorang pun teman sekelasku di lobi yang sama tadi malam. Atau mungkin, salah satu di antara mereka melihatku dan Norman yang menunggu Jaka dan Dania antri di loket? Atau mungkin, murid kelas lain yang melihatnya? Segala kemungkinan itu silih berganti berseliweran di otakku. Aku rasa, daripada bertanya-tanya tanpa menemukan jawabannya. Lebih baik aku mencari Jaka dan Dania saja.

"Bukan aku, Rin. Sumpah," jawab Dania khawatir saat aku mendatanginya di ruang OSIS. Beruntung, ruangan yang biasanya paling sibuk di SMA Sarasvati itu sedang lengang. Hanya ada Dania dan Jaka yang sedang mengerjakan laporan hasil rapat sambil pacaran.

"Terus kalau bukan kamu siapa? Jaka?" Aku menoleh pada pacar Dania. "Kamu yang nyebarin ke anak-anak kalau aku 'nonton bareng' Norman?"

"Gimana cara nyebarinnya? Aku juga denger soal itu baru tadi. Tapi dari orang lain," jawab Jaka.

"Terus siapa kalau gitu? Nggak mungkin kalau mereka ujug-ujug*) tahu soal kejadian semalam, kan?" Aku mulai kesal pada sejoli di hadapanku ini. "Jujur aja, Dan. Jaka. Aku ngerasa dijebak semalam. Dania cuma bilang kalau kita nonton bertiga. Tahu-tahu kamu dateng bareng Norman. Aku disuruh duduk sebelahan sama dia. Disuruh ngajak ngobrol." Aku melempar tatapan tajam pada Dania yang mengkeret di tempatnya. Aku merasa jahat saat ini. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa diam saja mengingat perlakuan mereka padaku tadi malam.

"Kalian pikir enak jadi aku? Mungkin buat kalian biasa-biasa aja. Tapi aku nggak, ya. Aku tuh nyesel udah ikut ajakan Dania semalam. Walaupun aku nggak ngeluarin duit sepeser pun buat tiket atau snack. Tapi kalian nggak bisa seenaknya nyuruh-nyuruh aku buat deket dan baik sama dia. Kenapa sih kalian nggak paham? Dan sekarang ada kejadian kayak gini. Cuma beberapa jam setelah aku dipaksa nemenin Norman. Rasanya aku kayak anak yang harus ngawinin juragan tanah gara-gara dijodohin bapaknya, tahu?! Sekarang, siapa yang harus tanggung jawab?"

"Eum ... Rin," Jaka takut-takut bicara. Ia khawatir melihat ekspresiku yang mirip ibu kost menagih uang sewa bulanan. "Aku sama Dania, kami minta maaf kalau semalam udah bikin kamu nggak nyaman. Tapi kami nggak seiseng itu sampe nyebarin kalau kamu nonton bareng Norman. Mungkin aja ada anak Sarasvati yang lihat kita waktu di mall semalam. Atau cuma lihat kalian berdua. Atau ... mungkin si Norman sendiri yang nyebarin cerita itu?"

Salah Paham [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang