"Argan?"
Manik mata Oma berbinar saat melihat Argan memeluknya dari belakang. Ia mengusap tangan jenjang Argan sebelum cucunya itu duduk di kursi meja makan.
"Akhirnya kamu pulang. Oma kangen sama kamu." Oma membelai punggung tangan Argan. "Ndak lamak lo lalok di rumah urang lamo-lamo. Takuik manggaduah." [Gak enak nginap di rumah orang terlalu lama. Takut mengganggu]
Argan mengambil roti lalu mengoleskan selai cokelat di atasnya. "Iya, Oma."
"Gimana kabarnya?"
Argan melipat selembar roti miliknya. "Andre sehat, Oma. Dia juga gak masalah sih kalau Argan lama-lama nginap di sana. Dia malah senang punya teman belajar." Dalihnya.
"Bukan dia, Gan. Maksud Oma bagaimana kabar Rafa?" Oma mengernyitkan dahi. "Ba'a cucu Oma ndak konsen pagi ko? Oma tahu, dek talampau banyak baraja ko. Acok begadang, makonyo kurang lalok, ndak konsen." [Kenapa cucu Oma gak konsen pagi ini? Oma tahu, pasti karena terlalu banyak belajar. Sering begadang, makanya kurang tidur, gak konsen jadinya]
Argan menelan salivanya susah payah. Kebohongannya semakin melebar. Oma mengira selama ia tidak pulang ke rumah alias menginap di rumah Andre, ia selalu menghabiskan waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional yang hanya tinggal beberapa bulan lagi. Kenyataannya, ia sering bolos sekolah hanya untuk memantau keadaan Rafa. Itupun dari jarak jauh.
Maaf, Oma. Argan terpaksa berbohong. Ia membatin.
"Malah melamun." Oma geleng-geleng kepala. "Jadi gimana kabar pacar kamu, Rafa?"
Argan terdiam cukup lama sebelum akhirnya menyahut dengan jawaban seadanya. "Alhamdulillah baik, Oma."
"Alhamdulillah." Oma mengelus dada. "Oma pengen sekali aja jenguk Rafa di rumah sakit. Gak enak juga kalo Oma gak pernah nengokin."
"Gak usah, Oma!" Argan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maksudnya, Oma gak perlu repot-repot ke rumah sakit untuk jenguk Rafa. Hari ini dia sudah diperbolehkan pulang ke rumah."
"Ya ampun! Kenapa baru bilang?!"
"Ya lagian Oma baru mau jenguknya sekarang."
"Kan kamu udah beberapa hari gak di rumah. Oma jadinya gak bisa jenguk Rafa. Rumah sakit tempat dia dirawat aja Oma gak tahu."
"Iya, Oma. Maaf ya, Oma."
"Ndak ba'a. Lagipula kamu kan gak pulang karena belajar bersama untuk masa depan kamu." Oma melipat kedua tangan di atas meja. "Jadi, kapan kita ke rumah Rafa?" Tanya Oma antusias.
Argan tersenyum tipis. "Secepatnya, Oma."
Bagaimana ini? Oma tidak boleh tahu bagaimana hubungannya dengan Rafa saat ini. Terlebih bagaimana sikap Tante Luna terhadapnya. Argan tidak ingin Oma berpikir macam-macam tentang Rafa nantinya.
Argan melirik Oma yang sedang menikmati sarapannya. Perempuan renta dengan kasih sayang tiada pudar itu menjadi satu-satunya perempuan yang ia miliki sekarang. Bagaimana jika waktu mengambil paksa Oma dari sisinya? Kepada siapa ia akan mengadu?
Setiap sudut rumah ini begitu hangat terasa berkat kehadiran Oma. Meskipun keluarga yang ia miliki tidak lagi utuh, namun kasih sayang yang Oma berikan tidak pernah kurang. Justru terasa lengkap.
"Oma."
"Hmm?"
"Maafin Argan ya karena udah beberapa hari gak pulang."
"Gak papa."
"Oma sehat-sehat aja kan?"
Oma mengangguk. "Sudah, lanjut sarapan. Nanti kamu terlambat ke sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Rafa
Teen Fiction[Book 2] SEQUEL LENSA ARGAN #4 lensa 15.06.20 Kamu mengajariku cara melihat apa yang tidak ingin dilihat; melupa apa yang tidak ingin dilupa. Tentang kita yang ada, namun tiada.