"Rafa? Sama siapa kemari?" tanya Tante Arum sembari cipika-cipiki.
"Sendiri, Tan."
"Ayo masuk!" ujar Tante Arum.
Rafa menyebar pandangan ke sekeliling ruangan. Tidak ada yang berbeda sejak terakhir kali ia berkunjung. Rafa merasakan ada kenangan yang tertinggal di rumah ini. Dimana ia bebas melakukan hal-hal yang ia suka tanpa bayang-bayang Mama. Tanpa aturan.
Rafa rindu tinggal di rumah ini. Mengapa rumah sendiri tidak senyaman rumah orang lain?
"Darel mana, Tan?" tanya Rafa karena ia tidak melihat laki-laki itu. "Di kamar ya?"
Baru saja ia ingin menaiki anak tangga menuju kamar Darel, Tante Arum memberitahu dengan suara pelan. "Di dapur."
Rafa mengangguk dengan satu acungan jempol. Ia mengendap-endap ke dapur seperti seorang perampok. Dari balik kulkas dua pintu, Rafa bisa melihat Darel tengah sibuk menata buah ceri di atas cream vanila minumannya. Tidak ingin menunggu lama, Rafa memutuskan untuk mengejutkan laki-laki berkemeja putih itu.
Rafa melangkah tanpa suara. Ia sudah tidak sabar melihat ekspresi Darel saat terkejut. Pasti lucu, pikirnya.
"BAAAAAAAA!" Kedua tangan Rafa bersiap menerkam ketakutan laki-laki itu. Namun sangat disayangkan, Darel tidak memberikan ekspresi sama sekali.
"Ck!" Rafa mendengus sebal lalu duduk di kursi mini bar. "Kok gak kaget sih?"
Darel masih setia dengan eksperimennya hari ini. Satu sentuhan lagi, minuman cokelat itu akan sempurna. "Sip!" Darel menggesek-gesekkan kedua telapak tangan. Pekerjaan selesai.
Laki-laki itu tersenyum puas. Ia bahkan lupa bahwa Rafa beberapa detik yang lalu melontarkan pertanyaan. Darel mematikan video di ponselnya. Tentu saja minuman yang ia buat hari ini hasil tiruan dari internet.
"Kenapa, Ra?"
"Gak jadi!" Rafa memanyunkan bibir. Ia lalu mengambil gelas berisi minuman yang berada di samping mahakarya Darel. Tanpa permisi, Rafa meneguknya habis.
Rafa meletakkan gelas itu dengan penuh hentakan. "Kenapa cuma satu doang yang dihias? Yang gue minum barusan sisa ya?"
"Kalo kamu mau, yang ini aja Ra." tawar Darel sembari menyodorkan minuman yang tidak hanya cantik tapi juga menggiurkan tentunya.
"Makasih. Gue udah gak haus lagi kok."
Menyadari Rafa yang masih marah karena diabaikan, Darel melepas celemek yang ia kenakan dan duduk di samping Rafa. "Saya sudah dengar suara kamu waktu ngobrol sama Tante Arum, makanya saya gak kaget pas kamu muncul tiba-tiba di dapur."
"Hmm."
"Masih marah sama saya?"
"Menurut lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Rafa
Teen Fiction[Book 2] SEQUEL LENSA ARGAN #4 lensa 15.06.20 Kamu mengajariku cara melihat apa yang tidak ingin dilihat; melupa apa yang tidak ingin dilupa. Tentang kita yang ada, namun tiada.