Bruk!
Bruk!
Bruk!
Argan meninju samsak berapi-api. Keringat sudah mengucur deras di pelipis. Entah sudah berapa lama ia berinteraksi dengan benda itu sampai-sampai tangannya yang hanya dibalut kain putih terasa nyeri.
Argan mengambil botol air lalu meneguknya buru-buru. Matanya masih menyorot samsak yang bergerak pelan akibat tinjuan terakhirnya barusan. Tidak tahu harus melampiaskan amarah ini dengan cara apalagi.
Sampai detik ini, polisi belum juga menemukan dalang dari aksi tabrak lari yang menimpa Rafa. Andai saja Argan punya kuasa, ia akan mencari si pelaku hingga ke ujung dunia sekalipun.
"Argghhh!" Argan memberikan satu pukulan berbarengan dengan teriakan yang keluar dari mulutnya.
Argan frustasi. Ia terduduk lesu di lantai dengan jemari meremas erat rambutnya yang basah karena keringat. Tiba-tiba nyeri hebat meradang. Argan meringis kesakitan.
"Kenapa harus sekarang sih?!" Rutuk Argan seraya memejamkan mata.
Argan memang kerap kali merasakan nyeri di bagian kepala sejak tiga tahun belakangan. Ia tidak tahu apa penyebabnya. Sakit itu datang tiba-tiba dan tidak menentu. Ingat saat Argan kalah balapan dengan Leo waktu itu?
"Ck!"
Jangan panggil dia Argan jika menyerah begitu saja. Ia berjalan menuju kursi di sudut ruangan lalu meraih ponselnya yang tergeletak di sana. Matanya memicing karena terkena radiasi ponsel. Meskipun makin menjadi-jadi, namun Argan tetap memaksakan diri.
Cukup lama menunggu, akhirnya panggilan berhasil tersambung. "Bang."
"Halo, Gan? Ada apa? Tumben telepon gue pagi-pagi begini?"
Argan menaikkan sebelah alis. "Kapan balik?"
"Yaelah, kangen elo ya sama gue?" Kekeh Nichol dari seberang telepon. "Minggu depan baru liburan musim panas."
"Nggak bisa dipercepat? Minta cuti gitu?"
Nichol tertawa keras. "Elo kira kuliah di Canada segampang minta izin di sekolah biasa?"
Argan diam sejenak. Kepalanya semakin berdenyut. Menyadari ada yang tidak beres dengan adiknya, Nichol lekas menanyai kabar Argan.
"Elo kenapa? Oma baik-baik aja, kan?"
Argan menggigit bibir bawahnya. "Gue sama Oma baik. Tapi,..."
"Kenapa?"
"Gue butuh bantuan lo, Bang."
"Oke, gue bakal ngomong sama Papa. Gue bakal balik lebih awal."
"Thanks."
Argan mendengus. Wajahnya ia benamkan pada permukaan kursi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Rafa
Teen Fiction[Book 2] SEQUEL LENSA ARGAN #4 lensa 15.06.20 Kamu mengajariku cara melihat apa yang tidak ingin dilihat; melupa apa yang tidak ingin dilupa. Tentang kita yang ada, namun tiada.