17. Entah bagaimana besok?

49 10 5
                                    

Argan duduk di atas meja. Satu kakinya menginjak kursi dan sebelahnya lagi dibiarkan menggantung di udara. Tangannya membelai lembut surai berombak gadis yang berdiri di sampingnya. Argan tahu betul bagaimana cara meluluhkan hati perempuan.

Dasar cewek bego! Gue rayu dikit aja udah klepek-klepek kayak gini?! Argan membatin.

Tangannya turun ke pipi mulus yang kini ranum. Argan masih mengunci pandangannya pada gadis itu, korban ketiganya hari ini.

"Gue baru tahu ada adek kelas secantik kamu." Goda Argan dengan senyum tipis.

Senyum malu-malu merekah di wajah gadis yang baru saja masuk perangkap Argan. Ia menatap Argan kemudian menunduk. "Kak, aku pulang duluan ya?"

"Kok buru-buru?" Argan turun dari meja. Ia mendekat hingga kaki si gadis tidak sengaja menabrak meja di belakangnya.

"ARGAN!"

Si empunya nama menengok. Begitupun gadis yang sedang bersamanya itu. Argan mendecih pelan lalu memberi isyarat agar si adik kelas segera meninggalkan ruangan. Tanpa banyak tanya, gadis itu patuh saja.

Adik kelas itu menunduk saat berpapasan dengan Sherin. Tidak ada respon apapun dari Sherin.

Tipe Argan emang di bawah Rafa semua! Gerutu Sherin dalam hati.

Sherin melirik gadis yang baru saja melewatinya dengan ekor mata. Kemudian menatap Argan penuh benci. Seolah paham dengan maksud kedatangan Sherin, Argan mendekat dengan satu tangan berada di saku celana.

Sherin pun tertantang. Ia pun mendekat.

Hush!

Sherin terkejut saat Argan melewatinya begitu saja. Bahkan laki-laki itu hampir saja menyenggolnya. Sherin naik pitam. Ia menarik seragam belakang Argan sampai laki-laki itu berhenti.

"ELO MAU KEMANA? GUE MAU NGOMONG SAMA ELO!"

Argan menoleh dengan tidak semangat. "Lama kagak? Gua sibuk."

"Sibuk sama cewek mana lagi?"

Argan mengeraskan rahangnya. Ia menendang daun pintu hingga menghasilkan bunyi yang memekakkan telinga. Wajahnya yang semula sumringah berubah kacau. Pupilnya menyiratkan banyak sekali hal tidak menyenangkan yang terjadi padanya belakangan ini.

Sherin mematung dengan bola mata terbelalak. Cemas jika Argan berniat menyakitinya. Cukup sulit baginya untuk keluar dari kelas ini. Pintu kelas berada tepat di belakang Argan. Itu artinya ia harus melewati Argan dahulu sebelum bisa meloloskan diri. Dan itu sangat sulit untuk dilakukan apalagi melihat emosi Argan yang sebentar lagi akan meledak.

Mati gue!

"Apa maksud lo barusan?" Argan menaikkan dagu. "Masalah kalo gua deket sama cewek?"

Sherin memperbaiki posisi kacamatanya. Ia benar-benar cemas sekarang. Ia memang bodoh. Terlalu nekad menghadapi Argan seorang diri. Kenapa ia tidak mengajak Manda atau Darel? Aduh!

"JAWAB!" Teriak Argan membuat Sherin terguncang hebat. Kacamata gadis itu berembun. Kedua matanya terasa panas.

"SIAPA SURUH NANGIS?!" Argan benar-benar sudah kembali seperti dulu.

"Elo nggak bisu, kan?"

"Emang bener," Sherin menghapus cepat air mata di pipinya, "elo nggak pernah berubah. Elo masih sama seperti Argan yang dulu gue kenal. Bahkan setelah jadian sama Rafa pun, elo masih kasar."

Argan membuang wajah ke arah lain. Ia memejamkan mata beberapa detik sambil tersenyum sinis menanggapi perkataan Sherin.

"Elo kenapa? Belum bisa terima kalau elo udah putus sama Rafa?!"

Potret RafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang