"Ayo Ra! Buruan!" Sherin menarik tangan Rafa tanpa peduli seberapa sesak kerumunan penonton di depan panggung.
Tubuh Rafa terdorong ke kiri kanan. Membentur bahu-bahu kekar yang enggan memberi ruang. Ia tidak habis pikir mengapa Sherin begitu bersemangat agar bisa menjadi yang terdepan. Padahal mereka bisa saja melihat aksi panggung band sekolah dari lantai tiga gedung utama.
"Ra, tungguin gue!" sementara Manda tertinggal di belakang.
Setelah perjuangan panjang, akhirnya mereka bertiga sampai di garda terdepan. Dari sini mereka bisa menyaksikan band sekolah tampil memukau di perhelatan ulang tahun SMA Cendikia yang memasuki usia setengah abad.
🎶Senyumanmu yang indah bagaikan candu
🎶Ingin terus kulihat walau dari jauh
🎶Sekarang aku pun sadari
🎶Semua hanya mimpi ku yang berkhayal
🎶Akan bisa bersamamu
Sherin mulai hanyut dalam lagu yang dibawakan oleh Dinda, vokalis band sekolah yang tidak diragukan lagi kemampuannya dalam bernyanyi. Gadis berkacamata itu ikut-ikutan bersenandung.
Penonton bersorak ketika balon-balon sabun muncul dari bawah panggung. Tepuk tangan meriah menggema. Perayaan ulang tahun sekolah ini memang tidak pernah biasa-biasa saja.
"Wih, keren!" Manda berdecak kagum.
Rafa mengangguk setuju. "Suara Dinda keren abis! Kapan ya bisa punya suara sebagus dia."
"Lo nyanyi aja di WC, Ra. Dijamin merdu."
"Ye!" Rafa mencebik.
"Gitarisnya juga keren." Manda menyikut Rafa.
Rafa menggulir pandangan ke arah Tristan. Rafa tidak terlalu mengenal ketua ekskul musik itu, tapi bukan berarti ia tidak tahu. Tidak ada yang bisa menampik bahwa laki-laki itu sangat keren. Berjiwa seni dan ramah. Tristan mulai dikenal semenjak menjabat sebagai ketua di ekstrakurikuler Sketsa Musik.
"Iya." Rafa lagi-lagi setuju.
"Ra, boleh pinjem HP gak?"
Rafa menoleh ke kiri. "Buat apa, Sher?"
"Moto." decak Sherin singkat. "HP gue lowbat."
"Nih!"
"Danke!"
📷📷📷
Rafa mempercepat langkahnya saat ia melihat Argan sedang bersandar pada si merah. Ia mengeratkan jaket jeans yang ia kenakan. Siang ini cerah, tapi tidak ada yang menjamin langit akan tetap biru hingga nanti malam. Untuk berjaga-jaga, Rafa memakai jaket. Tidak enak juga membuat Argan harus rela memberikan jaketnya jika Rafa kedinginan sewaktu-waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Rafa
Teen Fiction[Book 2] SEQUEL LENSA ARGAN #4 lensa 15.06.20 Kamu mengajariku cara melihat apa yang tidak ingin dilihat; melupa apa yang tidak ingin dilupa. Tentang kita yang ada, namun tiada.