HUG ME

870 112 18
                                    

"Bright, kemari sebentar" suara itu menghentikan langkah pemuda yang berpenampilan acak-acakan dengan aroma minuman keras yang menyengat dari tubuhnya.

"Ada apa Ayah?" Pemuda itu menempatkan dirinya disamping pria paruh baya di ruang keluarga kediaman Chivaaree.

"Phun (Ayah Claire) menelepon, tapi Ayah ingin mendengar semuanya darimu"

Pemuda itu menyandarkan kepalanya di sofa, menengadah lalu menutup matanya. Beberapa detik berlalu, Bright masih tetap pada posisinya. Kemudian cairan bening mengalir dari sudut mata yang tertutup dalam keheningan.

"Bright...!"

"Sarawat! Sarawat Ayah" ucapnya tegas namun terdengar lirih.

Bright menelan ludahnya kasar. Badannya bergerak untuk memposisikan dirinya. Perlahan kepala yang masih terasa berat itu terangkat.

"Jadi itu benar?"

"Aku harus bagaimana Ayah?"

"Kemari!" Tuan Chivaare memberikan pelukan erat kepada putra satu-satunya. "Untuk itu kau yang harus mencari tahu jawabannya sendiri. Kau sudah bertemu dengannya?"

Sarawat menggelengkan kepalanya. "Orang brengsek sepertiku apa masih berhak bertemu dengannya?"

"Wat..."

"Aku mengucapkan kata-kata kasar padanya. Aku terus menyakitinya Ayah"

"Tine anak yang baik, dia akan memaafkanmu"

"Itulah yang paling aku benci!!" ucap Sarawat penuh penekanan bersama dengan rasa benci terhadap dirinya sendiri.

Yaa dia adalah Tine. Orang yang selalu mengatakan aku tidak apa-apa dan aku baik-baik saja. Orang yang selalu memendam rasa sakitnya sendirian. Orang yang selalu mengorbankan kebahagiaannya demi orang lain. Orang yang selalu mementingkan orang disekitarnya dibanding dirinya sendiri.

"Kenapa dia bertahan untuk orang sepertiku?" Sarawat memukul kepalanya berkali-kali.

Namun Tuan Chivaaree segera meraih tangan itu. "Dia bertahan karena kau adalah orang yang sangat penting untuknya. Jika kau menyakiti dirimu seperti ini apa dia akan suka?"

Sarawat menenggelamkan wajah pada kedua telapak tangannya yang besar.

"Apapun itu, Ayah selalu mendukungmu. Tapi ingat, jangan pernah menyakiti dirimu. Dan jangan lagi kau sia-siakan orang yang menyayangimu. Kau dikelilingi oleh orang-orang yang baik" ucap pria paruh baya itu meyakinkan putranya.

"Apa aku pantas menerimanya?"

Tuan Chivaaree menangkap jelas kesedihan lewat mata Sarawat. "Tentu, anakku pantas menerimanya karena kau juga berharga. Temuilah dia! Katakan isi hatimu. Minta maaflah, berlutut hingga lututmu berdarah"

Pria yang disebut Ayah itu mengusap wajah putranya dengan kasar. Walaupun begitu itu terasa hangat.

"Ayah ingin kau bahagia dengan pilihanmu. Tine adalah orang yang baik begitu pula Claire. Mereka berdua sama-sama mencintaimu. Tapi jika hatimu memilih Tine, Ayah tidak keberatan. Tapi selesaikan secara baik dengan Claire, karena bagaimanapun semua ini adalah kesalahanmu dengan segala keputusan yang kau buat untuknya. Dan satu lagi, Ayah tidak ingin hal ini mempengaruhi pekerjaanmu di perusahaan. Ingat tanggung jawabmu, kau sudah bukan anak remaja belasan lagi" jelas Tuan Chivaaree.

Sarawat tidak tau anak yang lain, tapi ia sangat bersyukur  bahwa Tuan Chivaaree adalah Ayahnya.

"Jangan menangis, tegakkan bahumu, kejar cintamu, dan bekerjalah dengan giat agar Ayah bisa menikmati waktu pensiun Ayah nanti" lanjutnya sambil tersenyum nakal.

THE HEIRSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang