SAME PLACE

293 34 3
                                    

Tine menghilang sore itu. Beberapa orang mencoba pergi mencarinya termasuk Sarawat yang masih dalam perawatan. Namun sampai tengah malam pun, belum ada yang tau tentang keberadaannya.

"Wat, coba ingat lagi! Mungkin ada tempat yang kau lewatkan," ucap Ten yang mengemudi disamping Sarawat.

"Tidak tau, aku, aku arrgh" tangannya saling meremat khawatir. Sungguh, dia tidak bisa memikirkan apapun saat sedang kacau seperti ini.

Sarawat dan Ten baru saja dari puncak, ketempat dimana dia yakini Tine akan pergi kesana, namun nihil. Love mencari kekampus juga menyuruh orang-orangnya untuk menelusuri di sekitar pulau PhiPhi. Sementara Bambam, pergi ke cafe-cafe atau tempat-tempat yang sekiranya pernah didatangi Sarawat dan Tine.

"Tenang, tarik nafas! Hembuskan! Tarik lagi hembuskan!"

Sarawat melakukan intruksi itu.

"Bodoh!," umpat Ten setelahnya.

"Kau membuatku tenang hanya untuk mengumpatiku"

"Kau pantas menerimanya. Bagaimana kau melakukan itu tanpa bertanya dulu padanya,"

"Bertanya? Kau pikir dia akan setuju,"

"Nah! Berarti kau tau Tine tidak akan pernah setuju, tapi kau tetap melakukannya. Itu artinya bodoh"

"Ten," keluhnya. Dia mengakui itu, tapi mengomelinya saat seperti ini semakin membuat kepalanya berdengung.

"Yaya! Fokus liat kiri kanan jangan sampai kita melewatkannya"

"Ahh," pekik Sarawat tiba-tiba.

"Apa? Tine? Mana-mana?"

Bukannya menjawab, Sarawat mengeluarkan ponselnya. "Bisa kau bawa aku kesini" Sarawat mendekatkan benda persegi itu agar Ten dapat melihatnya.

"I got it. Itu didekat stasiun kan?"

"Hmm, itu sekolahnya dulu"

"Sekolah?"

"Tempat pertama kali aku bertemu dengannya. Aku tidak begitu ingat, tapi Ayah menceritakan semua padaku. Kalau Tine menyukaiku sejak SD"

"Serius? Anak SD?"

Sarawat mengangguk.

"Waahhh, Tuhan tidak adil"

Sarawat menautkan alisnya, "Apanya yang tidak adil?"

"Kau! Orang sebrengsek dirimu nah? Berapa banyak waktu telah berlalu sekarang? Aku jadi bingung, yang bodoh itu kau atau Tine? Jika itu aku, Huh! Sangat disayangkan hanya menyukaimu saja dalam hidupku. Memiliki wajah dan perilaku seperti Tine, aku bisa memiliki siapapun yang kuinginkan"

Sarawat tidak menanggapi, ia memilih memalingkan wajahnya ke jendela dimana mobil itu tengah melewati sebuah sungai.

Seberapa banyak sakit yang anak itu terima, cintanya tetap konsisten tanpa pernah berubah sedikitpun. Dan didunia ini perbandingannya hanya satu berbanding satu juta. Dan satu orang itu adalah Sarawat.

"Tine,"

Tebakan Sarawat benar. Roda mobil belum berhenti, tapi pemuda itu sudah membuka pintu dan berlari. Tubuhnya dengan cepat mendekap sosok yang tertunduk masih menggunakan pakaian rumah sakitnya.

"Tine,"

"Hiks,"

"Maaf, maaf,"

Dada Tine terasa semakin sesak mengenali aroma tubuh yang ia kenal itu. Kenapa hanya kata itu. Kenapa semua orang selalu meminta maaf padanya.

Bugh,

Bugh,

Pukulan lemah beberapa kali menghantam dada Sarawat. Tidak sakit tentu saja, tapi itu berhasil membuat hatinya begitu nyeri.

THE HEIRSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang