HURT

734 93 8
                                    

Riuh tawa dan teriakan terdengar di beberapa sudut Villa. Beberapa orang berkumpul membuat blok masing-masing. Beberapa ada yang memperlihatkan dresscode, ada yang saling bergosip, bermain game, dan ada juga yang melakukan perawatan diri seperti mengecat kuku, memakai masker atau melakukan SPA.

Sementara dihalaman belakang Villa, terlihat lima orang sedang berkumpul.

"Oiih kenapa kau selalu menyuruhku kembali, sudah kubilang aku ada pekerjaan" protes seorang pria yang memiliki bola mata hitam pekat itu.

"Kau bisa minta tolong padaku seperti biasa, kenapa datang kemari?" dengus Ten yang merasa kesal.

"Kau merayakan kelulusanmu, tentu saja aku harus datang. Dan biarpun aku tidak lulus disini tapi mereka juga temanku"

"Tapi bukan dengan datang tanpa memberitahuku"

"Memangnya kenapa, apa kau Ayahku?"

"Bright, bukan itu...."

"Bright..." Love mengulang ucapan Ten, ia memiringkan sudut bibirnya. Setiap kali nama itu disebut, ia ingin tertawa.

"Apa kau harus mengadakan pesta itu?" Ten kembali mengalihkan pembicaraan.

"Hmm" pemuda Bright itu menganggukkan kepalanya yakin. "Kalian tidak datang di hari pertunanganku. Jadi biarkan pesta kali ini aku yang mengurusnya" ia juga merangkul gadis disampingnya dengan nyaman.

"Ok! Mari kita lakukan itu nanti. Ini adalah perayaan kelulusan bukan pesta pertunangan" Bambam juga tidak setuju dengan ide itu.

"Kenapa nanti? Ini satu-satunya kesempatan kita bisa berkumpul. Lagipula ini tidak seperti aku akan berpidato dan memasangkan cincin. Kita hanya perlu bersenang-senang" ucap pria Bright itu dengan gaya remehnya.

"Sejak dulu aku membencimu, sekarang pun tetap sama" sarkas Love yang membuat semua mata tertuju kepadanya. Ia tidak peduli, karena perhatiannya hanya tertuju pada pergelangan tangan gadis yang berdiri nyaman disamping Bright itu.

"Love ada apa denganmu? Kau membuat Claire takut" ucap Bright sambil menyembunyikan tubuh gadisnya dibelakang punggungnya.

Bambam juga menarik Love kesisinya.

"Sarawat"

Tanpa mereka sadari, seseorang dari kejauhan sedang memperhatikan mereka dengan mata penuh kerinduan. Memanggil nama yang sudah lama tidak pernah terucap. Membawa kembali kenangan-kenangan yang pudar dan memenuhi wadah yang sudah lama kosong. Membuat hati yang sudah lama mati kembali berdesir.

"SARAWAT..........." Tine berteriak. Meskipun teman-temannya mengelilingi, namun pemilik nama itu tetap menjadi pusat perhatiannya.

"Kenapa dia ada disini?" panik Ten.

Bambam yang juga ada disana melangkah kedepan untuk menghalanginya. "Tenanglah..."

"Kenapa kembali tidak memberitahuku, hhmmm?" dia tidak menangis namun suaranya bergetar, anak itu yang paling tau rasa sakit ketika menahannya. Dari sekian banyak orang, dia adalah orang terakhir yang mengetahui keberadaannya.

"Kau kemana saja?"

"Tine tenanglah"

"Kenapa tidak menjawabku? Katakan sesuatu" terselip perasaan aneh dalam ucapannya. Tine tidak tau, tapi ia merasa bahwa tidak ada lagi kehangatan dalam tatapan mata lelaki itu.

"Tine...."

"Lepaskan aku!!!" Tine menghempaskan tangan teman-teman yang berusaha menahannya.

Tine mendekat, ia ingin melihat lebih jelas "Apa kau baik-baik saja?" Ada banyak yang ingin dia katakan, ada ribuan pertanyaan yang terbenam dalam hatinya. "Jawab aku, kenapa tidak langsung menemuiku?" lirih Tine. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi lelaki di depannya seolah tidak memperdulikannya.

THE HEIRSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang