BETWEEN US

726 86 5
                                    

"Tine..."

"Emm..."

"Jangan membenciku!" ucap Sarawat yang tengah duduk di bangku panjang sambil menghirup aroma rambut yang sangat ia rindukan.

"Aku tidak membencimu" dengan sedikit mendongak Tine bicara dengan lembut, "Tapi bolehkah aku tetap memanggilmu Sarawat?" baginya Bright nama yang asing.

"Ya. Panggil aku sepuas yang kau mau"

"Kenapa kau bisa kemari?"

"Entah! Aku hanya ingin mencari udara segar, lalu tiba-tiba aku sudah disini"

"Sejak kapan kau mengingatku?"

"Malam itu, ketika aku berkata kasar dan menyakitimu" sejak kejadian itu, Sarawat belum berani untuk menemui Tine. Sampai pada akhirnya ia dipertemukan dengan cara tak terduga. "Aku sangat bodoh kan?"

Tine menggeleng. "Aku tidak mau mendengar alasanmu pergi atau kau yang ingin melupakanku. Sekarang aku hanya ingin memelukmu tanpa memikirkan apapun"

Hati pendengar merasakan sesuatu dalam hatinya yang tak sanggup tergambarkan olehnya sendiri. Seberapa besar ia telah menyakiti anak ini, dan betapa kuat hati itu bertahan untuknya.

"Tine, ingin pergi bersamaku?"

Tidak perlu ditanyakan, anak itu pasti akan pergi kemanapun ia berada. Karena baginya, semua hal hanya tentang Sarawat.

Sekarang sudah hampir pukul tiga pagi.

Sarawat sedikit menunduk, dia tidak lagi merasakan jari-jari Tine yang bermain dengan kancing jaketnya. "Lihatlah, kau bilang tidak mengantuk" gerutunya tanpa di dengar oleh anak yang tertidur itu.

Tidak ingin Tine kedinginan, tangan besar Sarawat mengangakat tubuh kurus Tine ke dalam mobilnya. Mungkin setelah menangis begitu lama, ia kelelahan. Bahkan setiap gerakan yang Sarawat lakukan tidak membuatnya terusik sama sekali.

Sarawat melepaskan jaketnya lalu menutupi tubuh Tine yang begitu tenang. Suara dengkurannya yang halus menandakan bahwa ia benar-benar terlelap. Sarawat juga memasangkan sabuk pengaman untuknya.

"Aku sangat bersyukur bahwa itu adalah kau, Tine. Terimakasih telah menunggu orang sepertiku"

###

Suara asing terdengar membuat Tine mengerjapkan matanya pelan, rasa kantuknya hilang ketika dia melihat laut lepas dihadapannya.

Dimana aku?

Ini mimpi? Benarkah?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tine mengucek matanya beberapa kali. Namun hal didepannya tetap tidak berubah. Suara yang ia dengar adalah suara deburan ombak yang saling bersahutan. Juga daun kelapa yang saling bergesekan akibat angin.

"Apa-apaan ini? Dimana aku?" Tine membuka pintu mobil yang ia sendiri tidak tahu milik siapa.

"Sudah bangun?" ketika mengenali suara itu rasa takut dan khawatir dalam dirinya hilang. Tanpa berpikir panjang, Tine berbalik untuk berlari dan menangkup tubuh pemilik suara yang telah mengambil alih semua atensinya itu. "Kupikir semua hanya mimpi" katanya semakin mengeratkan pelukannya.

"Tine..."

"Jangan tinggalkan aku"

Sarawat terkekeh. Namun tangan yang tadinya ingin melepaskan pelukannya malah ikut bergerak untuk membalas pelukan itu semakin hangat. "Aku disini. Aku tidak pergi kemana-mana"

THE HEIRSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang