DECISION

292 44 7
                                    

Saat mentari mulai redup dan ingin menyembunyikan cahayanya. Sarawat menarik  nafas dalam bersiap menunggu kedatangan seseorang. Dia meminta Ayahnya untuk meninggalkannya sendiri. Meminta bantuan temannya untuk mencegah kekasihnya juga agar tidak datang kekamarnya.

Dia hanya ingin berbicara. Berbicara dengan tenang dan segera menyelesaikan masalah agar dia dan Tine bisa hidup dengan jalan yang telah mereka pilih.

Akhirnya pintu terbuka meskipun sedikit terlambat dari waktu yang telah ditentukan. Seseorang masuk dengan perawakan tinggi tegap. Meskipun usiannya telah mencapai lebih dari lima puluh tahun. Dia masih terlihat gagah dan tampan.

Tuan Teepakorn.

"Kau tidak menepati janjimu" itulah kalimat pertama yang sosok itu ucapkan.

Sarawat berdecih mengesampingkan sikap sopannya. "Bukankah anda yang lebih dulu melakukannya?"

Pria paruh baya itu berjalan dengan angkuh, duduk di sofa lalu menyilangkan kakinya. "Berarti kita impas. Jadi sekarang apa yang akan kau tawarkan padaku?"

"Tidak lagi! aku tidak akan menawarkan apapun. Aku ingin bertemu hanya untuk mengatakan sesuatu" ucap Sarawat yang menatap langsung ayah kekasihnya itu yang mana dia masih ada diranjang pasien.

"Baik! Aku akan mendengarkannya dulu"

"Aku berencana membawa Tine tinggal bersamaku"

Mendengar itu Teepakorn tertawa yang terdengar seperti mengejek. Sarawat hanya diam membiarkannya. Puas tertawa, Teepakorn kembali memasang wajah serius.

"Kurasa aku tidak perlu menjawabnya"

"Anda memang tidak perlu. Aku hanya mengatakannya. Entah bagaimana tanggapan anda, semua kembali pada keputusan Tine"

Sudut bibir itu terangkat, memperlihatkan beberapa garis kerutan disekitarnya "Aku tidak akan pernah membiarkan Tine bersamamu"

"Demi perusahaan dan harga dirimu" jawab Sarawat yang membuat wajah si pendengar mengeras.

"Aku pernah menyerah. Percaya bahwa anda Ayahnya, akan menjaganya lebih baik dariku. Tapi nyatanya tidak"

"Dia putraku, aku yang paling berhak"

Kali ini Sarawat yang tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Berhak? Tidak ada yang berhak atas siapapun kecuali dirinya sendiri. Jika anda merasa seberhak itu, maka ijinkan aku menanyakan beberapa hal"

Teepakorn mengakat tangannya mempersilahkan Sarawat.

"Apa anda tau makanan yang dia sukai? Hal-hal yang ingin dia lakukan, impian? Cita-cita? Berapa banyak dia melewatkan waktu untuk dirinya sendiri? Anda tau siapa yang menggendongnya kerumah sakit karena mimisan dan kelelahan? Ah ya, anda tau obat apa saja yang dia konsumsi? Bisakah anda menjawab satu saja dari pertanyaan itu?"

Teepakorn terdiam.

"Anda selalu memalingkan wajah darinya. Anda hanya ingin dia terbentuk sesuai dengan apa yang anda inginkan. Tine yang sempurna dari segala sisi"

Suasana hening sebentar, sampai Tuan Teepakorn bersuara "Sudah selesai mengguruiku?"

Sarawat berdecih. Dari semua kenyataan yang dia ungkapkan, tidak sedikitpun membuat hati pria tua itu mengendur. Hatinya begitu keras, harga diri dan reputasi diatas segalanya.

"Kau mengatakan itu karena kau ingin menjerumuskannya seolah kau paling tau yang terbaik untuknya. Dengar! Kalian berdua masih anak-anak, jalan masih panjang. Kalian tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan kami, para orangtua"

"Ya. Dan itulah sebabnya aku menghancurkan semuanya karena aku terlalu percaya pada orang tua seperti anda"

"Pilihanmu! Aku hanya memberikan pilihan"

THE HEIRSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang