Part 20

87 18 28
                                    

-
-
-

Jimin duduk lalu menunduk, menatap ujung sepatu hitamnya lamat-lamat. Ia sedang berpikir dengan apa yang ingin diutarakan. Lantas menoleh, netranya menubruk manik bulat si puan yang menatap bingung.

"Besok ibuku akan pulang ke Busan, untuk beberapa saat. Selama itu, maukah kau menemaniku di sini? Aku merasa sangat kesepian," keluh Jimin, menunduk kembali. Tangannya disatukan dalam pangkuan.

Mendengar kalimat yang baru saja ia dengar, lantas membuatnya segera menghela napas. Hyeji ingin sekali menemaninya, apalagi di saat-saat berdukanya seperti ini. Namun, sepertinya ia juga tidak mungkin memenuhi permintaan Jimin kali ini. Sangat disayangkan, seketika wajah ayahnya menampak tiba-tiba.

"Maaf, Jimin. Tapi--"

"Ya," sanggah Jimin mengangguk-ngangguk. "Aku memang sudah menduga itu. Tidak apa-apa, aku mengerti keadaanmu."

"Tapi jika kau mau aku bisa meminta Hyeri untuk menemanimu."

"Tidak perlu. Jika aku mau, aku akan memintanya sendiri. Tapi yang kubutuhkan adalah kau, bukan dia," pungkas Jimin. Maniknya menyiratkan pekatnya kecewa yang dirasa.

Hyeji menyudutkan mata, melihat prianya dari ekor matanya sekilas dengan sedikit ringisan. Sangat tahu bahwa kekasihnya kini tengah kecewa dengan pernyataannya, lantas tangannya bergerak menyentuh bahu Jimin, lalu memeluknya dari samping.

Tanpa mereka sadar, di belakang sana, tepatnya di ambang pintu seseorang tengah memerhatikan kemesraan mereka di tengah lara. Wanita yang sudah berkepala empat itu menghela napas gusar seraya melepas sedekapan tangan. Kemudian berbalik hendak pergi.

Yah, itu ibunya Jimin.

Yah, itu ibunya Jimin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu kemudian....

Usai menelan vitamin Hyeji menaruh botol tempat kapsulnya di atas meja, sementara itu ia meminum air putih dalam gelas setelah mengambilnya dari dispenser. Sesaat berdiam diri sambil memejam untuk menormalkan napasnya, karena tadi Hyeji menahan napas selama bau obat tersebut masih terasa di mulut. Namun, Hyeji merasakan pergerakan lain di belakangnya, secepatnya ia kembali dari dunianya. Lalu menoleh, dan mendapati sang ibu tengah tersenyum dengan gelas kosong di tangannya. Tampaknya, ibu sedang menunggu Hyeji untuk memberi ruang jalan.

"Ibu? Mengapa tidak menegurku?" ujar Hyeji sembari bergeser untuk memberi ruang kosong. Meletakkan gelas berbahan kaca di tangannya di samping dispenser.

Nyonya Kim tersenyum sambil menggeleng pelan. Maju selangkah untuk mengambil air minum. Dua kerutan di pinggir matanya terlihat semakin jelas seiring dengan senyumnya yang merekah.

"Tidak perlu, lagi pula ibu tidak terburu-buru," balasnya sambil menutup saluran air dari dispenser. Lantas berbalik guna menaruh beberapa piring di atas meja makan, kemudian menata semua hasil masakan sore ini di sana.

Hyeji hanya memerhatikan ibunya yang berlalu-lalang di depannya. Sejenak sang ibu balas memerhatikan dirinya, bahkan pandangannya seolah menelanjangi.

Lie [On Going/4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang