Part 26

132 13 7
                                    

Hyeji mengangkat pandang sampai netra mereka bertemu. "Jimin ...."

"Apa?!" kejut Tuan dan Nyonya Kim bersamaan.

"Ya. Jimin lah ayah dari anak ini, bukan Yoongi. Kami berkencan sudah empat tahun. Dan aku bukan seorang pengkhianat seperti yang ayah tuduhkan." Dengan segenap keberanian, Hyeji mengatakan, walau sebenarnya seluruh tubuhnya kini bergetar hebat lantaran takut kelewat. Namun ia sadar, benar kata kakaknya, mau sampai kapan situasi seperti ini mau disembunyikan. Dan kebetulan sekarang adalah waktu yang tepat untuk memberitahukan mereka.

Sesaat ruangan hening.

Tuan Kim tiba-tiba tertawa hambar yang memecah keheningan. Kontan semua pasang mata tertuju padanya, suasana seakan semakin mencekam. "Benar-benar jalang!" hardiknya sembari mencengkeram kedua pipi Hyeji dan menamparnya dengan sangat keras. Ia lakukan berulang kali, tanpa mengindahkan jeritan putrinya, juga Nyonya Kim yang berusaha melindungi. Tak jarang Nyonya Kim terkena amukannya. Dan tak hanya itu, ia juga menendang bokong dan perut Hyeji. Tak hanya sekali, sambil mengumpati.

"Kumohon hentikan, Jinhyuk!" Nyonya Kim berlutut dan memeluk betis Tuan Kim.

"Akan kubunuh anak sialan itu!"

"Ayah, kumohon hentikan," seru seorang gadis berambut pendek dari arah pintu itu memohon. Kedua orang tuanya menoleh. Hyeri berlari kecil menghampiri sang kakak dan memeluknya, lantas menangis sembari mengusap luka memar di sudut bibirnya karena ulah ayahnya tadi. Sontak Hyeji mendesis lantaran perih yang pelan mulai terasa.

"Hyeri, apa kau mendengar semuanya?" tanya Tuan Kim agak panik. Berharap agar putri bungsunya itu tidak mendengar apa-apa tentang hubungan Hyeji dan Jimin.

"Ya. Aku mendengar semuanya," sahut Hyeri. "Mengapa ayah selalu berkata kasar padanya?"

Tuan Kim mengembuskan napas lega. Ternyata hanya caci makiannya yang putri bungsunya itu dengar. Tidak tentang hubungan Hyeji dengan Jimin, sebuah keberuntungan bagi Tuan Kim. Lantas ia merapikan jas abu-abunya sesaat dan segera pergi. Meninggalkan istri dan kedua putrinya.

"Ayo bangun, Kak." Hyeri memapah sang kakak dan membantunya untuk sampai di tempat tidur.

"Mengapa kau sampai di sini, siapa yang memberitahukanmu?" tanya Hyeji setelah itu.

Hyeri menyiapkan kursi untuk ibunya terlebih dulu, baru ia duduk di pinggir brankar. "Aku menanyakan keberadaan ayah pada Kak Seokjin. Katanya, ayah ada di sini. Sungguh, aku sangat mencemaskanmu."

Hyeji tersenyum mendengar kalimat-kalimat adiknya. Sembari menyentuh sudut bibirnya yang membiru, ia merengsek duduk, guna dapat bersandar ke belakang. Tubuhnya terasa remuk, bahkan sakit di punggung dan bagian perutnya terasa berdenyut. "Maafkan aku telah membuat kalian cemas," katanya lirih.

"Oh iya. Omong-omong, bagaimana ceritanya kakak sampai berada di sini?" Mata Hyeri sedikit melebar, menunggu jawaban dari si lawan.

Bibir Hyeji baru saja bergetar untuk menjawab, namun sang ibu lekas memotong, "Dia terjatuh dari tangga di hotel."

"Begitukah?" Hyeri memastikan.

Tentu saja kalimat ibunya itu mematahkan keberanian Hyeji untuk mengatakan semuanya. Sekarang sudah semakin jelas bahwa memang tidak ada satu pun di keluarganya yang memiihak, selain Seokjin. Hyeji menghela napas sedikit berat lalu mengangguk pelan atas perkataan ibunya, kala kedua alis adiknya terangkat sebagai tanda permintaan jawaban.

"Kau tahu? Jimin juga ada di sini?"

"Apa?! Jimin?!" kaget Hyeji, seketika matanya membola.

"Ya. Dia kecelakaan, dan sekarang masih koma."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lie [On Going/4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang