Typo ingatkan!
"Hyeji." Sang ibu berdiri di mulut pintu dengan sepotong gaun warna navy di genggaman tangan. Menampilkan senyum terbaik pada sang putri, lantas melangkah menghampiri. "Pakai gaun ini," perintahnya tanpa angin tanpa hujan.
Sementara itu, Hyeji hanya mengernyit sebagai tanda atas pertanyaan besar yang belum ia mengerti. Ada apa ini? Bahkan ibu, kakak atau adiknya sama sekali tidak memberitahukan jika malam ini mereka akan menghadiri pesta besar perayaan ulang tahunnya, perusahaan, atau apa lainnya.
"Untuk?" Hanya satu kata yang dapat mendeskripsikan seluruh pertanyaannya.
"Sudah. Jangan banyak tanya. Pakai saja," balas sang ibu menepuk pundak putrinya pelan.
"Baiklah."
Pikiran Hyeji kalang kabut. Berpikir keras sejenak. Mencoba merabah kejutan besar apa yang sudah mereka siapkan di luar. Ia berdiri depan kaca besar, menatap wajahnya dalam pantulan. Mempraktekkan gaya terkejutnya nanti.
Apa ia akan berteriak kaget dengan kedua tangan di mulut?
Bersorak bersama lalu menggunting tali pita?
Atau...
Terdiam kagum dengan mata berkaca-kaca, sedang yang lainnya menitihkan air mata haru?
Diam sejenak meneliti dress selutut yang membungkus tubuhnya dengan indah. Menambah sedikit polesan lipstick natural pink di bibirnya yang seksi. Menggigit bibir bawahnya sesaat, namun suara deru mobil yang memasuki area rumah ini menarik sepenuhnya atensi Hyeji.
Ia menyibak tirai putih yang menggantung manis di kusen jendela, mengintip dari belakang kaca seusai membukanya. Berjinjit demi menemukan dua sosok yang keluar dari mobil hitam tersebut.
Tampak satu seorang pria dengan setelan jas hitam yang melekat di tubuhnya melangkah gagah mengarah pintu utama. Sepintas Hyeji bisa menangkap gambaran wajahnya ketika sosok itu melewati lampu tiang depan rumah. Meski kamar Hyeji terletak di lantai atas, namun sangat jelas jika pahatan wajah pria itu sudah tidak asing lagi baginya.
Dia, Park Jimin.
Tapi mau apa dia datang ke sini?
Aku akan datang untuk meyakinkan ayahmu tentang kebahagiaan putrinya. Kau tunggu saja!
Benarkah apa yang dikatakan Jimin siang tadi? Tidak, bukan sekarang waktunya. Pribadinya menelan saliva kuat-kuat, pikirannya semakin kalut. Bagaimana reaksi ayahnya nanti? Dibagian mana Jimin yang akan dipukul?
Pipi? Perut? Kepala? Atau kaki?
Ah, sudah tidak ada waktu lagi, Hyeji harus segera menghentikan Jimin. Hyeji bergegas.
Tunggu dulu!
Apa maksud gaun yang dipakai ini? Cahaya menderang seakan datang tiba-tiba. Apa jangan-jangan mereka sudah mengetahui mengenai hubungannya dengan Jimin. Dan, yah, inilah kejutannya. Mereka akan mengikat dirinya dengan sang pemilik hati melalui ikatan suci nantinya.
Benar. Tidak salah lagi.
Hyeji keluar dari kamar yang langsung disambut oleh si Asisten Rumah Tangga di rumah ini.
"Anda sudah ditunggu di ruang makan, Nona," ucapnya sembari membungkuk sopan.
Hyeji mengulas senyum lalu mengangguk. "Aku akan segera ke sana."
Jantung Hyeji berdebar ketika kedua pasang high-heels berwarna goldnya menapaki lantai terakhir anak tangga, di tambah kini matanya menangkap jelas punggung pria pujaan yang tengah membelakanginya. Sedang lengkungan di wajahnya tambah lebar, setelah ia meyakini wanita setengah baya di samping Jimin itu pastilah sang ibu mertua. Ah, maksudnya calon!
Meja panjang ini sudah di kelilingi oleh kedua pihak keluarga. Sang ayah duduk penuh wibawa di ujung meja, sedangkan ibu duduk di sebelahnya menampilkan raut wajah bahagia yang langka.
"Sayang," panggil ibu yang menyadari keberadaannya. "Kemarilah, ayo kenalkan dulu."
Jimin tak menyadari, ia tengah sibuk berbincang kecil dengan ibu. Walau sang dewi hatinya telah berdiri di hadapan menyuguhkan senyum terbaik. Secara tiba-tiba tomat merah hinggap di pipi mulusnya, lalu merambat ke seluruh wajah. Hyeji menunduk malu-malu.
"Kenalkan, dia Hyeji putriku," seru Nyonya Kim sembari merangkul pundak putrinya.
Sontak Jimin mendongak lantas menganga serta mata membola sempurna. Beranjak berdiri perlahan. Air wajahnya susah ditebak.
"Ibu, kami sudah-" Hyeji hendak menimpali.
"Hyeji, kenalkan dia Jimin, calon tunangan adikmu."
Deg!
Seperti kilatan petir menyambar ubun-ubun, yang gosongnya sampai ke akar hati. Jantung Hyeji berhenti berdegup menatap seksama manik kecoklatan di seberang. Rasa sesak membludak meguasai ruang kecil dalam dada. Lengkungan bibirnya lenyap seketika bersamaan dengan rasa panas menjalar di dada membuat sekujur tubuh lemah tak berdaya.
Hyeji mengerjap menahan remahan air yang hendak turun dan menjadi saksi betapa meyedihkannya dirinya. Tangan dan kakinya lemas, bergetar kecil, ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Perlahan, jantung berdetak kembali walau tak senormal tadi.
"E-Sayang, apa yang ingin tadi kau katakan?" tanya Nyonya Kim kemudian.
Hyeji menggeleng. "Tidak ada."
Bokongnya turun hendak duduk di kursi empuk di belakangnya. Ironi saja, ketika tangan sang ibu menahan pundaknya. Hyeji urung duduk, satu alisnya mengangkat samar. Memahami bahasa tubuh sang ibu yang mengintruksinya agar duduk di kursi sebelahnya.
"Sayang, di sini tempat duduk Hyeri," ujar Nyonya Kim.
Hyeji menurunkan pandang, bergeser duduk.
Selang tak lama kemudian, Hyeri turun dengan gaun indahnya. Mengambil tempat duduk di samping Hyeji, yang berhadapan langsung dengan pria berwajah dewa itu.
Hyeri menyunggingkan senyum. Begitu pula dengan Jimin yang tampak kikuk.
Sejatinya Hyeji mulai gerah ada di sana. Berkali-kali ia menyimpang dari tatapan menajam pria tidak tahu diri itu yang berusaha menarik perhatiannya.
-
-
-K-7
060920Untukmu sang pemilik hati!
Jiwaku terhempas jauh bersama serpihan hatiku yang membiru ketika mendengar semesta mengatakan jika kau bukan milikku lagi....
-Kim Hyeji
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie [On Going/4]
Fanfiction@Ji_Cyna.26820 "Aku yang lebih dulu. Tapi sekarang peranku sebagai pengkhianat!" Kim Hyeji sudah menjalin hubungan empat tahun lamanya dengan Jimin. Namun, entah bagaimana awalnya takdir mempermainkan, yang terpaksa membuat Hyeji menjadi pihak keti...