-
-
-"Apa-apaan ini?!" murka Yoongi, tentu saja dengan amarah yang tersulut juga.
Kembali Jimin ingin menghajarnya lagi, tapi beruntung Hyeji bergerak cepat dan memeluk tubuh Jimin supaya tetap diam di tempat. Napas Jimin yang memburu membuat dadanya naik-turun. Begitu jelas ia tengah melawan emosi.
"Minggirlah Hyeji, dia sudah berani menyentuhmu!" sentak Jimin. Tangannya berusaha melepas lingkaran tangan kekasihnya di pinggang. Namun nihil, Hyeji tetap bersikukuh memeluknya.
"Cukup, Jimin. Kumohon." Hyeji mendongak memandang wajah Jimin dalam pelukan. Berharap Jimin tidak mendadak tuli dan mendengar perkataannya.
Jimin masih berusaha menjaga ketenangannya. Walau membutuhkan tenaga yang cukup besar untuk itu.
"Oh." Yoongi mengangguk-ngangguk, langsung mengerti akan hubungan mereka berdua. "Sudah kuduga," komentarnya lalu terkekeh sembari bertepuk tangan. Wajahnya yang menyebalkan semakin mencebikkan bibir.
Perlahan, dengan sendirinya tangan Hyeji melerai pelukan. Menoleh ke arah Yoongi yang tersenyum jahat. Hingga tak terdengar lagi suara tepukan tangan itu di telinga sebab pelakunya kini telah mengamati keduanya bergantian. Masih lengkap dengan sesekali tawa kecil yang terdengar begitu menjijikkan.
"Wah, rupanya kau menjadi pengkhianat adikmu sendiri, Nona?" ejek Yoongi, berhasil mengundang amarah Jimin untuk yang lebih besar lagi.
"Jaga mulutmu, Bedebah!" Suara Jimin menegas. Sorotnya menajam, andai dengan sebuah tatapan saja dapat membunuh, mungkin sekarang tubuh Yoongi sudah tercincang halus. Serta tulang belulangnya mungkin. Tangan Hyeji masih bertahan di dada Jimin. Baru kali ini ia melihat Jimin semarah ini karena untuk membela dirinya.
"Sudahlah. Aku tidak mau membuang-buang waktu dengan meladenimu di sini." Yoongi melempar pandangnya ke samping seraya menggigit-gigit sekilas pipi bagian dalam.
Jimin mendengus kesal. "Ayo Hyeji, kita pulang," ajaknya merengkuh pundak sempit si wanita.
Spontan Yoongi menatap nyalang punggung keduanya yang telah berangsur pergi. "Tunggu!"
Sepasang kekasih itu menghentikan langkah lalu menoleh dengan kerutan di dahi masing-masing.
"Nona, kau mau pulang bersamaku dengan keadaan rumah aman, atau bersamanya dengan kondisi rumah kacau?" Yoongi berencana akan memberitahukan semuanya pada Tuan Kim sebab ia merasa telah dipermalukan oleh pasang kekasih itu.
"Kau berani sekali mengancamnya." Gigi Jimin menggertak.
"Ah tidak, Tuan Park. Mana mungkin aku berani mengancam seorang wanita yang sedang bersama kekasihnya. Aku hanya meberitahukan apa yang bisa saja terjadi. Bukan begitu, Nona? Hmm?" Kepala Yoongi memiring ke kanan sedikit.
Mendengar ocehannya, Hyeji menyudutkan mata ke arah Yoongi. Pria berengsek itu benar-benar membuatnya berada di posisi dilema, ia harus memilih ikut dengannya yang sangat dibenci atau kekasihnya sendiri. Namun, sudah bisa dipastikan keadaan rumah kacau atas pengaduan pria itu.
"Aku pulang bersamamu," kata Hyeji mengambil keputusan. Segera ia menyingkirkan lengan Jimin yang melingkari pundaknya.
Begitu berdiri di sampingnya, Yoongi berujar, "Lihatlah, Tuan Park, dia lebih memilih pulang bersamaku daripada dirimu."
Jimin menggeram penuh emosi, tangannya juga mengepal kala memandang punggung kekasihnya yang menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie [On Going/4]
Fanfiction@Ji_Cyna.26820 "Aku yang lebih dulu. Tapi sekarang peranku sebagai pengkhianat!" Kim Hyeji sudah menjalin hubungan empat tahun lamanya dengan Jimin. Namun, entah bagaimana awalnya takdir mempermainkan, yang terpaksa membuat Hyeji menjadi pihak keti...