Part 3

184 49 251
                                    

Aliran air berhenti menyala begitu keran ditutup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aliran air berhenti menyala begitu keran ditutup. Wanita pemilik kulit seputih susu itu mengelap tangannya yang basah dengan handuk kecil. Di mulut pintu ia berdiri dengan sorot menajam pada tebalan kertas berangka yang menggantung di dinding. Ia melangkah sembari membenarkan tali kimononya, menghempas handuk yang membungkus rambut ke arah ranjang.

Dia berdiri meniliki kertas kalender tersebut. Menyobek kertas paling depan. Tanggal 30. Tangannya mencengkeram kertas tersebut, kedipnya berkali-kali ia lakukan.

"Seharusnya tanggal dua puluh," gumamnya bersorot panik. Ia mengacak rambutnya frustasi, terombang-ambing dalam kegelisahan.

"Sayang."

Hyeji tersentak, menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Tersenyum demi menutupi kepanikan di wajahnya.

"Kau belum bersiap? Nanti kau bisa terlambat di kelas pertama," ujar Jimin mengikis jarak antara mereka. Menjangkau tangan sang wanita, kontan dahinya berkerut kala mendapati bola kertas di tangan mungil tersebut. Ia mengambil lalu membuang. "Sekarang bersiaplah." Senyum indah itu mengembang lagi, lebih lebar dari sebelumnya.

Hyeji mengangguk patuh. "Aku akan bersiap. Kau duduk dulu."

"Nanti aku ingin mengajakmu jalan-jalan," ujar Jimin di tengah perjalanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nanti aku ingin mengajakmu jalan-jalan," ujar Jimin di tengah perjalanan. Melirik sepintas pada wanitanya yang sedang membeku dalam lamunan. Ia menghela napas kasar, sudah lebih lima menit perjalanan, namun Hyeji mendiamkan Jimin tanpa alasan.

Pemilik rambut pirang itu mencoba mengintropeksi diri. Siapa tahu kemarin atau malam tadi ia melakukan kesalahan padanya hingga sang pujaan hatinya marah dan tak ingin bicara. Tetapi, sejauh apa pun Jimin mencoba mengingat rasa-rasa tidak ada yang ia lakukan sampai membuat kesalahan yang fatal.

Lantas apa salahnya sampai-sampai sikap Hyeji berubah sedemikian rupa. Lebih baik bagi Jimin, disuruh berkeliling lapangan seribu kali dengan beban satu ton di punggung, dari pada didiamkan seperti ini.

"Masa magangku sampai bulan depan, sebab aku harus cepat-cepat kembali ke Korea dan menangani perusahaan ayah." Jimin harap mendapat respons dari sang wanita jikalau ia mendengar akan kabar tentang dirinya yang tidak lama lagi di kota ini. Namun sama saja, hening. Sampai deruan napas pun terdengar di gendang telinga.

Lie [On Going/4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang