Part 13

107 26 56
                                    

-
-

"Sungguh, yang membuatku prihatin adalah posisimu saat ini, Hyeji. Jika aku masuk dalam drama penuh muslihat itu, semata-mata hanya karena dirimu, lantas bagaimana dengan nasib bayi dan wanitaku?" Sedikit menoleh, dari ekor matanya dapat melihat wanitanya yang bergerak menghampiri.

"Kami akan baik-baik saja, Jimin. Tenanglah." Hyeji memeluk tubuh Jimin dari belakang. Harap-harap dapat melunakkan hati Jimin yang mengeras.

Jimin melerai. Berbalik, beradu tatap dengan sang wanita. "Jawabanku masih sama, Hyeji."

"Aku akan berlutut dan memohon kepadamu." Hyeji hendak menurunkan tubuhnya, namun ditahan oleh Jimin.

"Pulanglah, Hyeji, aku akan memesankan taksi untukmu," tukasnya tersenyum sambil menghapus jejak air mata di pipi kekasihnya.

Kepala Hyeji menggeleng mantap. "Jika kau tidak mau mengabulkan permintaanku, maka, aku akan menggugurkan bayi ini," ancamnya.

Berhasil mengatupkan bibir Jimin, serta rahang yang kian mengeras. Dadanya tampak naik-turun menahan emosi yang mencapai ubun-ubun. Darahnya yang memanas menyebabkan otak mendidih. Kecewa dan amarah bergelut menguasai dada yang melesak ingin meledak keluar. Mati-matian ia menahan diri supaya tidak memarahi wanita terkasihnya. Iris coklat milik Jimin yang tadinya tenang, seketika berubah nanar. Ada kilatan kecewa, iba, dan kasih yang berkecamuk di bola matanya.

"Kau mau membunuh bayi kita?" Jimin mendesis, suaranya parau. Demi dewa dan dewi di surga, raut Jimin sungguh sangat menyeramkan. Jauh dari kata ramah. Seakan Hyeji tidak mengenal lagi pribadi Jimin yang sekarang, saking kalapnya pria itu.

"Hm, apa boleh buat?" balas Hyeji enteng. Bersikeras ia menampilkan wajah setenang mungkin hingga mampu mengelabui pandangan Jimin akan perasaan yang sebenarnya.

"Bodoh! Aku benar-benar kecewa padamu!" Maklumi saja jika Jimin begitu, memang siapa yang tidak kecewa bilamana melihat sang belahan jiwa yang rela mengorbankan belahan jiwa yang lain demi egonya. "Baik. Aku akan mengikuti permainanmu sampai akhir." Jimin berpaling kembali. "Sekarang katakan apa yang harus kulakukan?"

Tangannya merosok dalam tas slempang hitam yang menggantung di bahu kirinya, lantas meletakkan kotak bludru merah di atas meja kerja. "Berikan cincin ini pada Hyeri. Katakan padanya jika kau yang memilih khusus untuknya," timpal Hyeji.

"Aku pergi dulu," lalu berpamit pergi.

"Haah!" Jimin berteriak.

Cetarr!! Serpihan beling dari vas bunga di atas lemari setinggi satu meter itu bertebaran dimana-mana. Jimin menggeretakkan gigi seusai mengamuk pada benda yang tak bersalah. Kacau, sangat kacau. Sungguh tak menyangka dengan ancaman wanitanya tadi. Ia duduk seraya mengatur napasnya yang tak karuan, melonggarkan dasinya kasar kemudian mengesat butiran keringat di sekitar keningnya tak kalah kasar juga.

Tak lama pun pintu terketuk dari luar, Jimin mengintruksi masuk yang kemudian menampilkan sosok wanita membawa selembar map merah kepadanya.

"Ini, Pak, laporan-"

"Taruhlah di sana!" Jimin menyentak secara refleks, membuat wanita di hadapannya itu menghentakkan tubuhnya karena terkejut.

"Taruhlah di sana!" Jimin menyentak secara refleks, membuat wanita di hadapannya itu menghentakkan tubuhnya karena terkejut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lie [On Going/4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang