Jimin menggulir layar ponselnya, sambil sekali-kali menyeruput minuman dalam gelas di depan. Suasana di kafe ini tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa meja yang terisi, pandangan Jimin mengedar dan pada saat itu juga ia melihat sosok wanitanya yang baru masuk ke kafe ini. Refleks saja dahi Jimin mengerut, pasalnya ia tidak mengajak Hyeji untuk bertemu, dengan kata lain berarti Hyeji datang ke sini ingin menemui seseorang? Yoongi mungkin. Ah, semoga saja tidak. Mungkin Hyeji hanya kebetulan saja mampir ke kafe ini.
Jimin mengangkat tangan hendak memanggil Hyeji, tapi tidak jadi begitu melihat puannya menyapa seseorang di pojok kafe yang hanya terhalang dua meja saja dari tempatnya kini. Itu Hoseok dan Yuri. Oh, ternyata sejak tadi ada mereka berdua di sini?
Hyeji tampak bersalaman dengan Hoseok. Tidak salah lagi pasti ucapan selamat atas keberhasilannya menyelesaikan pendidikan terakhirnya di London. Jimin tak berniat ikut bergabung dalam nostalgia tiga sahabat itu, ia memutuskan untuk mengawasi Hyeji dari tempatnya duduk saja.
Selang beberapa saat, Hyeji pergi setelah sebelumnya ia menerima sebuah botol putih dari Yuri, yang Jimin yakini itu adalah kapsul, suplemen, atau sebagainya untuk dikonsumsi.
Begitu siluet Hyeji lenyap dari pandangan, Jimin bergerak menghampiri dua sahabat dari wanitanya di sana.
"Yuri," tegur Jimin.
"A-ah, Jimin?" kejut keduanya hampir bersamaan.
Hoseok berdiri sembari mengulurkan tangan. "Apa kau tidak ingin mengucapkan selamat padaku?"
Jimin menjabat tangan Hoseok tanpa berkata apa pun, terus kembali ia menyimpan tangannya dalam saku. "Apa tadi yang kau berikan pada Hyeji?" tanyanya pada Yuri, agak menuntut.
"Ah, itu ... Itu obat....."
Jimin menyipitkan mata kala melihat Yuri yang tiba-tiba gelagapan. "E-hem, obat apa?"
"Obat stress-- e-maksudku obat anti depresan. Intinya obat itu sangat berbahaya jika dikonsumsi wanita hamil. Pokoknya kau harus menghentikan aksi gila Hyeji kalau kau ingin bayimu selamat," terang Yuri dalam sekali tarikan napas, setelahnya ia terengah-engah.
Refleks mata Jimin membola. "Mengapa kau memberikannya?"
"Kau tahu sendiri 'kan, bagaimana kerasnya kepala Hyeji jika sudah menginginkannya. Cepat hentikan--"
Belum selesai Yuri bicara tapi Jimin sudah melesat pergi.
Dalam hening, tiba-tiba Yuri tertawa terpingkal-pingkal. Hoseok masih melongo memandang kepergian Jimin, yang setelah itu menjitak kepala Yuri.
"Mengapa kau berbohong?"
"Sudahlah, biarkan saja. Kita tunggu kabar selanjutnya. Aku akan menemukan alur cerita yang menarik dalam novelku nanti," celetuk Yuri menempatkan sedotan di ujung bibirnya.
"Kau memanfaatkan sahabatmu sendiri hanya untuk ceritamu itu?" Mata Hoseok menatap sinis.
"Tidak, ini juga demi kebaikan sahabat kita. Jadi tenanglah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie [On Going/4]
Fanfiction@Ji_Cyna.26820 "Aku yang lebih dulu. Tapi sekarang peranku sebagai pengkhianat!" Kim Hyeji sudah menjalin hubungan empat tahun lamanya dengan Jimin. Namun, entah bagaimana awalnya takdir mempermainkan, yang terpaksa membuat Hyeji menjadi pihak keti...