-
-
-"Kau ...," gumam Tuan Kim tak percaya sambil menoleh.
Jimin dan Hyeri serempak menoleh pada seseorang yang baru saja melangkah masuk dari mulut pintu rumah besar ini. Kalimatnya seakan masih menggema di telinga Jimin kala pria itu mengaku sebagai ayah dari calon bayinya. Untuk beberapa saat Jimin mengerjap seraya menelan salivanya, ia tidak ingin semakin memperkeruh suasana dengan mengakui bahwa dirinya lah orang yang sebenarnya. Takut-takut hanya dapat men-cap Hyeji sebagai wanita murahan dengan adanya dua pria sekaligus yang mengakuinya. Apalagi begitu mendapati wajah kekasihnya yang sudah berantakan oleh rambut dan air mata.
"Yoongi?" lirih Jimin bergumam. Memandang punggung Yoongi yang menjauh menuju tengah ruangan. Kemudian berdiri di samping Tuan Kim.
Sementara Tuan Kim menautkan alis. "Tapi bagaimana mungkin--"
"Apa kau tidak percaya, Paman?" potong Yoongi, tersenyum miring. "Apa perlu aku merincinya di setiap pertemuan kami?"
Kemudian, Yoongi berjongkok dengan melipat satu lutut. Ia mengulurkan tangan pada Hyeji berniat untuk membantu wanita malang itu. Menyunggingkan senyum penuh arti, serta mata penuh teori. Hyeji jadi penasaran dengan rencana baru yang pria itu sediakan. Baiklah, untuk saat ini harus Hyeji akui bahwa Yoongi datang sebagai penyelamat bagi bayinya, dirinya sendiri, dan juga Hyeri. Karena jika Jimin mengakui semuanya, maka, pasti keadaan semakin kacau.
Hyeji membalas uluran tangan Yoongi, lantas berdiri dibantu oleh Seokjin. Tangannya masih dalam genggaman Yoongi yang sangat ini sedang mengisyaratkan sesuatu melalui genggaman tersebut.
Melalui sudut matanya, Seokjin melirik Jimin yang tengah menatap nanar ke arah Yoongi.
"Apa maksud dengan semua ini, Yoongi?" tanya Tuan Kim menuntut penjelasan. Walau ia tidak pernah menganggap tentang keberadaan Hyeji, namun ia tetap tidak ingin nama baiknya tercemar lagi dengan kasus kehamilan di luar nikah yang menimpa Hyeji.
"Jadi, maksud kedatanganku kemari adalah untuk membicarakan pernikahanku dengan putrimu, Paman. Aku tahu, ini salah, tapi ini sudah terlanjur terjadi." Yoongi bertingkah seakan betul-betul ialah ayah dari bayi dalam kandungan Hyeji.
"Ah, aku belum mengerti benar apa maksudmu." Tuan Kim memijit pangkal hidungnya, lalu berbalik dan merengsek duduk di sofa tunggal. "Sebaiknya kau duduk dulu," sambungnya mempersilakan Yoongi.
Yoongi mengangguk, sejenak ia melirik Hyeji yang ada di sampingnya, lalu memberi isyarat supaya ikut duduk bersamanya. Hyeji melepas genggaman tangannya, sesekali pandangannya melempar ke arah Jimin yang terlihat mulai risau.
"Begini, Paman, sebenarnya tujuanku datang kemari ingin melamar Hyeji dan mengajaknya menikah di bulan depan. Tapi, setelah aku mendengar kata-katamu yang terlampau kasar pada calon bayi kami, aku memutuskan untuk menikahinya minggu depan," jelas Yoongi memutuskan.
Bukan hanya Hyeji dan Jimin, tetapi Tuan dan Nyonya Kim yang memang mengharapkan pernikahan itu cepat terjadi sangat terkejut mendengar keputusan Yoongi yang sangat mendadak ini. Bahkan waktu pun seakan berhenti walau sebentar.
"Tapi bagaimana bisa? Sementara kami belum menyiapkan persiapan apa pun?"
Yoongi kembali bersuara. "Aku hanya tinggal menjetikkan jari untuk itu semua, Paman."
"Baiklah, aku setuju," balas Tuan Kim.
"Ekhem." Jimin berdeham. Irisnya yang memerah mengerjap kembali. Pandangan lurus ke depan, lantas mendorong kursi roda yang menampung gadisnya untuk diantarkan ke kamar. Sementara itu, Hyeji segera berdiri lalu beranjak pergi dengan alasan ingin beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie [On Going/4]
Fanfiction@Ji_Cyna.26820 "Aku yang lebih dulu. Tapi sekarang peranku sebagai pengkhianat!" Kim Hyeji sudah menjalin hubungan empat tahun lamanya dengan Jimin. Namun, entah bagaimana awalnya takdir mempermainkan, yang terpaksa membuat Hyeji menjadi pihak keti...