-
-
-Perlahan Jimin menidurkan wanitanya yang masih dalam pengaruh bius itu di tempat tidur. Lantas tangannya mengelus lembut surai panjang milik puannya. Netranya tak berhenti mengamati setiap inci dari wajah cantik Hyeji. Alih-alih ia menarik ujung selimut dan menutup tubuh wanitanya sampai batas dada. Setelah mendaratkan ciuman lembut di kening juga pipi kekasihnya, segera ia beranjak pergi.
Di ruang tengah, Jimin menghempaskan bokongnya ke sofa panjang. Lengannya diluruskan di punggung sofa, merasa lelah dan letih dengan semuanya, sambil menatap langit-langit Jimin mengatur napasnya sampai benar-benar tenang. Menghela napas pendek, lantas merogoh ponsel dalam saku celana. Sejenak jarinya lincah menari di layar benda ajaib tersebut demi mencari kontak sahabatnya.
"Halo, Jungkook," sapa Jimin begitu tersambung.
"Bagaimana, Jimin?" tanya Jungkook dari seberang talian. Nadanya penuh penuntutan, sekaligus kekhawatiran.
Jimin menjilat bibir sejenak. "Segera siapkan apartemen untukku di Paris, setelah mendapatkan paspor, aku akan pergi bersama Hyeji," perintah Jimin yang langsung disanggupi oleh lawan bicaranya. Jimin mematikan telepon sepihak.
Setengah dari kegusarannya telah enyah. Kini tinggal menyusun kata untuk disampaikan pada wanitanya esok setelah bangun dari tidur lelapnya. Sedikit ragu dengan respons Hyeji karena tindakannya malam ini. Namun, apa boleh buat?
Cetar!
Serpihan dari vas bunga itu menyeluruh menjadi hampir satu ruangan. Membuat orang-orang di sekitarnya terkaget. Ini masih pagi, bahkan Seokjin baru saja selesai dengan ritual mandinya. Hanya sempat mengenakan boxer dan kaus putih saja. Ia melipat lengan depan dada, meratapi nasib si vas bunga yang berserakan sedih tanpa melakukan dosa.
Begitu pula dengan Nyonya Kim dan Hyeri terkejut oleh amukan ayahnya dan segera menundukkan kepala. Pagi ini, rumah mereka telah mendengar kabar kiamat dengan kaburnya Hyeji dari rumah.
"Kurang ajar! Siapa yang berani membantu dia kabur dari rumah, huh?!" Tuan Kim menatap nyalang, mengamati satu persatu tiga orang di depannya, lalu melempar pandang pada dua orang pelayan juga. Semuanya langsung menunduk, kecuali Seokjin yang pikirannya tengah menerka-nerka siapa orang yang berani membantu adiknya itu kabur.
"Apa yang harus kukatakan pada Yoongi," tambah Tuan Kim.
"Di luar ada CCTV, mengapa kau tidak melihatnya dari sana?" usul Seokjin.
"CCTV-nya rusak, Kak. Seseorang telah dengan sengaja merusakkannya," timpal Hyeji, menjelaskan apa yang ia ketahui.
Seokjin menghela napas. Dalam benaknya terus bertanya-tanya, ke mana perginya adik kesayangannya itu? Ia yakini, selama Hyeji dikurung dalam kamar, pasti adiknya itu tidak berhenti memanggil dan mengharapkan pertolongan dari dirinya. Seokjin kecewa pada diri sendiri, harusnya kemarin ia tidak pergi lagi sehingga dapat membantu adiknya dalam kesulitan. Seokjin menunduk dan memejam---meratapi nasib adiknya, namun tiba-tiba mengingat sesuatu. Kontan membuka mata seraya mengangkat kepala, kemudian berbalik, hendak pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie [On Going/4]
Fanfiction@Ji_Cyna.26820 "Aku yang lebih dulu. Tapi sekarang peranku sebagai pengkhianat!" Kim Hyeji sudah menjalin hubungan empat tahun lamanya dengan Jimin. Namun, entah bagaimana awalnya takdir mempermainkan, yang terpaksa membuat Hyeji menjadi pihak keti...