Part 24.

101 11 4
                                    

:)

Jimin hanya mengendikkan bahu sesaat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin hanya mengendikkan bahu sesaat. "Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan."

Hyeji tercenung beberapa saat, mencerna apa yang Jimin katakan. Dan segera menggeleng pelan. "Tapi ini tidak benar, Jimin." Ia berkata dengan nada sendu.

Pria berkemeja putih itu mendongak, menatap nyalang wanita yang menunduk di depannya. "Lalu apa yang menurutmu benar? Ingin terus membohongi mereka dengan drama kita ini? Atau membiarkan pernikahanmu dengan Yoongi terjadi?" berondong Jimin menyudutkan mata. Pahatan wajahnya yang lembut berubah tegas. Menyorot tajam wajah cantik kekasihnya. "Itukah yang kau inginkan?"

Hyeji menggeleng, bukan itu maksudnya. Ia juga tidak ingin jika pernikahan dengan pria selain Jimin terjadi. Namun, dengan tindakan Jimin saat ini, bukannya itu hanya akan semakin memperkeruh masalah. Ayah dan ibunya tidak akan memaafkan Hyeji bila mereka tahu segalanya.

Sang puan tersenyum tipis. Sesaat memejamkan mata kuat, saat menyadari kesalahan apa yang telah ia perbuat. Andai tahu semuanya akan berakhir begini, mungkin ia tidak akan pernah mengajak kekasihnya untuk melakukan drama konyol dan memuakkan sejauh ini.

Jimin mengulurkan tangan demi membawa wajah sang kekasih untuk bersitatap dengannya. Irisnya yang memerah langsung bertemu dengan netra sendu di sana. Sekilas rahangnya mengetat, kemudian berujar, "Perlu kau tahu, aku melakukan ini hanya karena takut kehilangan kalian berdua. Apa aku salah, Hyeji?"

Jimin membawa sebelah tangannya lagi untuk menangkup wajah tirus si puan. Tahu dengan apa yang kini sang kekasih rasakan, ia memberi kehangatan yang menenangkan. Menghapus jarak di antara wajah keduanya.

"Jawab aku," sambung Jimin kemudian.

"Aku percaya padamu." Hyeji mengulas senyum lagi. Kalau boleh jujur, kini ia ingin sekali menangis, begitu mengetahui nasib buruk yang akan ia lalui ke depannya. Hyeji tahu, ayahnya tidak akan tinggal diam begitu tahu hubungan di antara mereka. Ia pun tahu jikalau ayahnya tidak akan mendengarkan penjelasan apa pun darinya.

"Baiklah. Aku pergi dulu."

"Ke mana?" Hyeji mengangkat pandang.

"Ke kantor."

Hyeji mengerutkan dahi. "Apakah kau ingin meninggalkanku sendiri di rumah?"

"Hanya sebentar, Sayang." Jimin tersenyum.

"Lalu bagaimana jika aku menghilang?"

Jimin menarik napas. "Aku akan tetap menemukanmu, di mana pun kau berada. Kau mengerti?" katanya sambil mencuil pucuk hidung puannya. Lantas, Jimin mendaratkan bibir di kening Hyeji sejenak, sebelum ia meninggalkannya seorang diri.

Walau hangatnya sapuan bibir sang pria itu masih lembut dirasa, akan tetapi Hyeji sangat sulit untuk menciptakan bahagia pada diri.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lie [On Going/4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang