-
-
-"Lalu?" Sempurna alis Jimin menyatu. Dahinya berkerut dalam menahan penasaran.
Bibir Hyeji bergetar hendak menjawab. Namun sialnya, tiba-tiba ponsel Jimin berdering keras. Pria itu mengangkatnya, setelah menyapa diam sejenak, di detik berikutnya mendadak matanya membola. Seperti sedang mendengar kabar akan terjadinya hari kiamat dari seberang.
"Baiklah. Hari ini juga," kata Jimin sebelum memutuskan panggilan telepon.
"Ada apa?" tanya Hyeji berlirih.
"Aku akan kembali ke Korea hari ini juga," Jimin menjawab dengan nada panik yang tidak bisa lagi disembunyikan. "Sayang, nanti aku akan panggilkan Yuri untuk menemanimu. Kau baik-baik saja, ya."
Hyeji hanya menatap bingung. Jimin tergesah-gesah seakan ada suatu hal yang mendesak. Hanya mengecup kening wanitanya singkat, kemudian pergi tanpa bicara apa-apa lagi.
Dengan celana jeans di bawah lutut, tubuh mungil Hyeji bersembunyi di balik hoodie hitam besar. Bagian kepalanya dipasang. Bagian wajahnya ditutup oleh masker kain berwarna gelap. Berjalan pelan menuju lift layaknya seorang stalker tengah membuntuti target. Ia memencet berkali-kali tombol di lift, lalu masuk memojok di dinding lift.
Sesampai pada tempat tujuan. Hyeji berdiri mengamati bangunan tersebut dengan ragu-ragu. Tangannya bergerak cepat mengambil kacamata hitam yang ia simpan dalam saku. Kemudian melangkah masuk ke sebuah apotek.
Hyeji tampak bisik-bisik sejenak kepada seorang pegawai. Segera pergi usai membayar.
Dia tergopoh menuju apartemennya. Tidak ada niatan untuk sekadar menoleh atau minta maaf pada beberapa orang yang ditabraknya sepanjang koridor.
Begitu sampai di kamar. Buru-buru ia membuka hoodie-nya, lantas masuk ke kamar mandi.
Demi mengetahui hasil yang akurat. Dengan rapalan seribu doa diucapkan dalam hati, Hyeji pelan-pelan membuka mata. Namun nahasnya, tiba-tiba doanya tumpul, tidak terkabulkan.
Dua garis merah terpampang jelas mencolok mata yang kini tengah membulat penuh. Tanpa sadar ia menggeleng-geleng tidak percaya akan apa yang dikatakan benda persegi panjang tersebut.
"Mengapa aku bisa seceroboh ini," sesalnya pada diri sendiri. "Bagaimana ini?"
Hyeji menangis. Dalam hatinya tak berhenti mengumpat. Kedua tangannya mengepal memukul-mukul kepalanya sendiri.
Arkian ia mengingat sesuatu. Hyeji berganjak merogoh ponsel guna memberitahu Jimin atas kehamilannya. Lamun nomor telepon yang dihubungi sedang tidak aktif. Hyeji lupa jika Jimin tengah dalam penerbangan. Pantas jika ponselnya dimatikan.
"Oh Tuhan... apa yang harus kulakukan?" serunya mendongak lalu memejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie [On Going/4]
Fanfiction@Ji_Cyna.26820 "Aku yang lebih dulu. Tapi sekarang peranku sebagai pengkhianat!" Kim Hyeji sudah menjalin hubungan empat tahun lamanya dengan Jimin. Namun, entah bagaimana awalnya takdir mempermainkan, yang terpaksa membuat Hyeji menjadi pihak keti...