Part 9 : Teatrikal Manis

83 9 0
                                    

Harum melati berpadu dengan parfum ku menguar melewati Indra penciuman ku.

"Capek ya,"ucap Dimas membuat ku menoleh. Malam ini setelah banyak nya rentetan acara akhirnya bisa duduk di atas pelaminan. Iya pelaminan. Aku nggak lagi halu Okey. Sedari tadi aku nggak tau antara Bodo amat atau gimana. Yang jelas kayak ntahlah. Susah jelasinnya.

Flashback On

Bunyi monitor dengan seruan kata sah mengumbara menembus keheningan di dalam kamar ku. Nadya sampai menangis haru seperti Dania. Jangan kan mereka berdua ada juga temen kuliah ku. Yang juga datang. Siapa lagi ngga usah ku kasih tau pasti tau kan. Siapa-siapa aja.

"Jeng akhirnya kita besanan ya,"ucap Anisa memeluk Dania dengan bahagia. Pernikahan ini ujungnya banyak pihak yang senang. Apa aku juga? Nggak ada sih sejauh ini selain kata terpesona liat muka ku di cermin. Mirip dengan pengantin Jawa. Ehh memang pengantin deng, Ralat lebih mirip kayak Putri Keraton.

Bersama dengan dua ibu yang tengah bahagia, aku dipapah turun ke bawah. Tamu undangan menatapku penuh kagum seolah tengah bersuka cita. Suka ku rasa iya cuma nggak bisa terdeteksi. "Silahkan,"ucap Dirga sebagai penghulu.

Ku pandangi Dimas yang menyentuh kepala ku sembari mengucap doa membuat setetes air mata ingin luruh. Satu list ku tercapai. Ingin merasakan di doakan setelah akad sama kayak Kak Nadya. Ku sentuh tangan nya untuk menyalami nya. Sebagai suami tentunya bukan polisi yang ku ajak kelahi waktu demo.

"Kalemnya kamu Yu. Nggak lompat jauh lagi kah,"tanya Sandrina terkekeh geli. "Bayaran untuk jones seumur hidup Yu. Auu jangan merah-merah pipi nya,"ucap Michael. "Di liat mata nya Kak Dimas. Kan udah sah nggak papa kali terpesona,"ucap Audrey. Asem manusia manusia ini. Siapa sih yang ngundang????

Acara kembali di lanjut sesi sungkeman. Ini nih yang banyak onion effect nya. Karena dulu aja waktu nikahannya Kak Nadya aku yang nangis sampai guling-guling. Apalagi acara ku sendiri.

"Semoga jadi istri yang baik ya Nduk. Nurut apa kata Nak Dimas selagi semua nya baik di mata Allah,"ucap Dania sendu membuat ku tak kuasa menahan air mata.

"Bener kandha ne ibu mu. Cah ayu biyen rasane kaya wingi tak gendong nek pelataran Karo di sholawati. Lah kok Saiki wes tak paring no Wong liya. Jan tenan cepet Yo Bu. Aja nangis toh. Wis gedhe kok. Delok'en sak mlaku mlaku ne Dimas, ya turuti nanging Yen ala anane aja.

Bapak ngerti Nduk. Iki loh Dimas, wong apik. Kanca Urip. Eling toh pesen ku nek badhe budhal sekolah. Nduk iki sekolah mu, Iki Konco mu. Lah Saiki Nduk iki Dudu griya mu. Nanging Dimas. Tapi griya Iki ke buka Amba kanggo awak mu,"ucap Dirga sukses membuat ku menangis tersedu-sedu. Hingga ku rasakan dekapan hangat mereka.

(Bener kata ibu mu. Cah ayu dulu rasanya kayak kemarin ku gendong di teras sambil menyanyikan sholawat. Lah kok sekarang sudah ku berikan ke orang lain. Pancen cepet betul. Jangan nangis toh. Orang sudah besar kok. Liat lah langkah se langkah nya Dimas, ikuti kalo benar tapi jangan kalo salah.

Bapak paham Nduk. Ini loh Dimas. Teman hidup mu. Ingat kan waktu kamu mau sekolah dulu. Ini sekolah mu, ini teman mu. Nah sekarang Nduk ini bukan rumah mu lagi tapi Dimas. Tapi rumah ini selalu terbuka lebar untuk mu)

Author : Siapa yang kasih onion effect di sini???

"Adek kakak yang paling cantik,"ucap Nadya mendekap ku penuh tangis. Belum aja ngomong sudah nangis. Ini biasanya kalo kondisi normal ku bilang alay. Tapi berhubung lain jadi aku bilang nggak dan wajar. Nadya mana bisa mengungkapkan semua isi yang mau dia keluar kan.

Kanistha Lokatara ~ CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang