Part 2 : Jet lag

156 13 2
                                    

Masih pagi buta gini ada aja yang di ributkan. Entah guna atau ngga mana juga ku paham. Hari ini aku merasa nggak ada kegiatan makanya cuma duduk manis di depan TV sama keluarga. Iyalah masa sama doi Yu. Doi nya aja nggak ada.

Hiks...

"Dek kamu nggak ke kampus,"tanya Hasan yang tengah mengecek beberapa peralatan yang akan di bawa. Nggak tau apa namanya ya, bukan bidang ku soalnya. "Nggak kak.  Ayudya kan cerdas jadi sudah nggak tau mau ngapain lagi di kampus,"ucapku.

"Oalah ya udah kami berangkat dulu,"ucap Hasan berpamitan. "Aih perlu gandengan juga kah pamitan? Bukan mau nyeberang juga,"ucapku melihat interaksi manusia di depan ku. "Hust kamu ini loh Nduk. Ya wajar kalo Kakak sama kakak ipar mu gandengan.

Lagian kamu nggak mau cari gandengan juga?,"tanya Dania. "Alamak Jang. Boro-boro cari gandengan Bu, keburu tugas dkk mulu. Lagian Ayu juga masih muda Bu,"ucapku bersandar di sofa. "Sudah cukup itu Nduk umur mu.

Nah makanya ada yang melamar tinggal lempar,"ucap Dirga membuat ku melongo. "Pak Ayu bukan barang lho. Kok tinggal lempar? Tunggu Ayu wisuda baru kerja dulu,"ucapku. "Kan habis nikah kayak kakak mu juga bisa Yu,"ucap Dania.

"Hmm iya nanti lah di liat dulu,"ucap ku pasrah. Mau mendebat takut kualat. Ya udah pasrah aja gin. Sembari memikirkan nasib yang entah, telinga langsung terpusat dengan berita di tayangkan di TV.

"Pemerintah ini semakin kesini semakin susah Nduk. Rakyat di jadikan boneka mainan. Habis manis buat terpilih akhirnya sepahnya cuma di buat mainan. Kebijakan yang di buat juga main-main,"ucap Dirga mengomentari kasus yang tengah ramai di perbincangkan.

"Hah memang gitu dah Pak. Namanya kacang lupa kulitnya,"ucapku menyaksikan seksama sembari mencoba mencari tau sendiri kasus yang sedang viral menyangkut tentang apa. Kan nggak lucu aku ikut komentar terus ngga tau apa intinya yang di bahas.

"Ini gara-gara UU yang baru itu Pak Bu. Memang bermasalah kali mereka ini. Sudah sidang cuma bisa tidur sekarang kok malah gini,"ucapku geram membaca setiap detail naskah UU yang baru di tetapkan. Haih aku tuh benci politik ya gini.

Gelap gulita dan banyak politik uang. Aku bingungnya gimana kok bisa dapat keputusan aneh gini sedangkan sidang paripurna aja tidur. "Udahlah Nduk kita rakyat ya bisa diam aja. Nggak tau di jadikan apa negara,"ucap Dania pasrah.

"Bu jangan pasrah gitu. Harusnya kalo ada kayak gini ya kita tentang kan Pak,"ucapku bersemangat. "Nah bener Nduk. Ibu mu kan anak kebidanan nya instansi pemerintah. Mana pernah ngurus ginian, kalo bapak kan memang aktivis,"ucap Dirga bertos ria.

"Bapak sama anak kok sama aja,"ucap Dania menggelengkan kepala nya. "Loh sebagai generasi penerus bangsa yang baik harus peduli kondisi negerinya. Meskipun entah apa yang di dapat setidaknya memastikan negara aman dan berjalan dengan semestinya,"ucapku berorasi.

"Ya nggak di rumah orasi nya Nduk. Bisa heboh satu perumahan gara-gara kamu orasi di sini,"ucap Dirga membuat ku memasang wajah datar sembari berlalu ke kamar. Grup angkatan ku ngga mau diam dari tadi gara-gara bahas yang barusan ku bahas sama bapak.

Bukan pemerintah tapi oknum. Sembari menatap serius percakapan teman ku di ponsel, ku coba kumpulkan berbagai data penyimpangan sebelum akhirnya berkomentar.

Beneath the sky
As black as diamonds

Panggilan video grup kelompok lab zheyenk...

"Apa pula mereka ini. Mana baju ku sungguh Masya Allah,"ucapku melilit setengah badan ku di selimut. "Yu gimana reaksi Anda mendengar berita yang sedang viral saat ini,"tanya Michael. "Eih please jangan ganggu dulu aku. Tinggal sedikit lagi baru ku kirim di grup angkatan,"ucap ku menyelesaikan mengetik dokumen.

Kanistha Lokatara ~ CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang