Malam semakin dingin dan menelan kegelapan malam. Namun mata ku enggan terpejam lagi untuk kedua kalinya. Jam tangan ku menunjukkan pukul setengah 3 pagi. Entah kemana perginya Dimas. Perasaan tadi malam itu tidur di sebelah ku.
Ceklek
Mau kencing sebenarnya, tapi jadi bermasalah gara-gara ada sosok yang ku kenal tengah melakukan aktivitas nya di depan mata ku. Menggelar sajadah dan takbir untuk sholat. Ku liat setiap detail gerakannya yang membuat ku makin terpukau. Usai sholat tahajud, ku liat tangannya di tengadah kan ke atas seraya berdoa penuh khusyuk.
Hingga ku liat bulir jernih mengalir dari matanya. Penasaran. Doa apa yang membuat nya sampai bisa meneteskan air mata. Tangannya pun beralih pada mushaf Al-Qur'an yang ada di tas ransel yang dia bawa tadi sore. Masya Allah lantunan merdu nya kian membuat terpesona.
Mimpi kah aku ini?
Baru aja mikir mimpi, rasa kencing yang sedari tadi ku tahan makin menjadi-jadi. Akhirnya ku beranikan diri ku turun menyentuh dingin nya lantai sembari membawa selang infus. Nggak enak kalo dia pergi temani jadi nggak lanjutkan bacaan Alquran yang sungguh Masya Allah.
"Ay,"panggil nya dari luar kamar mandi. "Iya Kak,"ucapku sembari membuka kembali pintu. "Kenapa nggak bilang kalo mau pipis?,"tanya Dimas membawakan selang infus. "Nggak papa. Kamu nggak lanjut ngaji lagi kah Kak,"tanyaku penasaran seusai kembali berbaring.
"Udah tadi,"ucap Dimas memijat kaki ku. "Kak kenapa sih kalo tahajud ngga ngajak,"tanyaku. "Kamu liat?,"tanya Dimas hanya ku tatap dengan wajah datar nya. "Biasanya aku shalat Tahajud selalu sendirian. Makanya tuh takut siapa tau ada yang ikut kan,"ucapku.
"Nggak lah Ay. Kebanyakan nonton film horror kamu ini,"ucap Dimas. "Yang putar film horor tiap malam siapa?,"tanyaku kesal. "Oke-oke. Tapi lucu muka mu kayak tadi,"ucap Dimas makin menjengkelkan. Tuh kan baru jadi Dimas yang sebenarnya suka resek. Baru aja aku terpukau sudah ancur.
"Tidur lagi Ay. Nanti nggak sembuh sembuh,"ucap Dimas menyisir rambut ku. "Sudah nggak bisa tidur lagi. Mau gimana?,"tanyaku. Dimas kembali naik ke brankar sembari mendekap ku hangat. Kenapa ya suhu badan ku tuh selalu dingin? Baru kalo di dekap Dimas kayak gini jadi agak hangat.
"Tidur Ay,"ucap Dimas menyandarkan kepala ku di atas dada bidang nya. "Hangat,"ucapku. "Iyalah untuk kategori manusia ganteng kayak aku ini tergolong baik,"ucap Dimas mulai kumat. "Masih waras Kak,"tanyaku kesal. "Santai Ay. Hidup itu jangan terlalu banyak lika-liku juga jangan banyak datar. Sedang sedang aja,"ucap Dimas.
"Kak kamu saudaranya Mario Teguh kah. Semua kalimat mu itu loh,"ucap ku. "Itu tuh prinsip bukan saudara nya Mario Teguh Ay. Sudah tidur Ay nanti aku yang tidur kalo gini,"ucap Dimas. "Tidur sudah aku nggak bisa tidur lagi,"ucapku.
"Ehh Ay. Ini di rumah sakit loh ingat ceritanya Sara Wijayanto yang di rumah sakit itu kah. Biasanya setiap orang sakit di temani sama suster tak kasat mata,"ucap Dimas membuat ku memukul keras dada bidang nya. "Nggak lucu nah Kak. Sembarangan sekali loh,"ucapku kesal meninggalkan gelak tawa menggelegar nya.
---
"Selamat pagi pasien atas nama Ay. Loh kalian,"ucap Aida kaget begitu melihat ku dan Dimas berada di rumah sakit yang sama dengan nya bekerja. "Halo Kakak ipar sayang,"ucapku. "Jadi semalam nginap,"tanya Aida. "Iya Kak. Kak jangan kasih tau keluarga ya. Ini juga salahku gara-gara ngeyel kalo di bilang jangan begadang,"ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanistha Lokatara ~ Completed
RomanceBaca sedikit spoiler nya aja gin. Tuh di bawah sudah tersedia. Bingung jelasin nya mending baca aja. Aku tuh biar amburadul tapi murni karya ku. Ayudya Savita Nalendra Dimas Satya Adinata ~~~ "Baik saya akan jelaskan kembali Bu mengenai perhitungan...