Part 18 : Mantan Lagi?

75 7 0
                                    

Sayup-sayup hawa dingin khas kota Malang membuat ku enggan beranjak dari bawah selimut. "Ay bangun. Ntar ngga jadi ke Selecta,"ucap Dimas menarik selimut ku. "Harus di pagi buta kah,"tanyaku menutup wajahku dengan selimut.

"Iyalah. Ayo buruan,"ucap Dimas menarik selimut ku hingga terlepas dari tubuhku tapi tak membuat ku ingin membuka mata. "Dek liat. Buna mu ngga mau bangun nah,"ucap Dimas malah bermonolog dengan perut buncit ku. "Bangunin coba,"ucap Dimas.

Entah punya konspirasi apa mereka berdua yang jelas aku tersentak gara-gara merasakan tendangan dari dalam perutku. "Kak ngga usah aneh-aneh nah,"ucapku bergelung di antara bantal kamar hotel. "Iya makanya buruan bangun,"ucap Dimas membuat ku mau nggak mau segera bangun.

"Apa,"tanyaku melihat Dimas yang tercenung melihat ku. "Kok kamu sudah beres Ay,"tanya Dimas. "Iya sejak kapan juga aku punya sejarah bangun telat. Jadi jangan kaget please. I'm Okey,"ucapku tersenyum lebar sembari menarik pasmina yang bergelantung di kursi.

"Tinggal pakai jilbab beres,"ucapku santai. "Cewek memang beda,"ucap Dimas. "Iya lah. Btw mantan mu cuma Arlene aja kak. Mantan gebetan,"ucapku mengulang. "Nggak. Ntar ada waktunya semuanya ketemu. Kemarin cuma beberapa aja yang datang.

Jujur Ay aku sering kenalan sama cewek dan setiap kenalan tujuan ku serius langsung ke jenjang lebih tinggi dan ngga mau main-main. Justru mereka yang nggak berani begitu ku ajak ke rumah ortu. Atau ngga aku datang ke rumahnya. Sebagai cowok gentle aku nggak mau sekedar main-main,"ucap Dimas.

"Kirain kamu fakboi kak,"ucapku. "Sembarangan,"ucap Dimas menyodorkan segelas susu. "Kamu bawa dari rumah?,"tanyaku. "Nggak lah. Ada toko banyak ngapain harus repot-repot,"ucap Dimas membuat ku mengangguk paham sembari menegak segelas susu hingga tandas.

---

Bunga berwarna-warni makin membuat ku makin

Terharu

Iya sebenernya juga nggak tau kenapa dunia sebercanda ini. Hormon seorang pecicilan di sulap jadi anak Indie. Liat ginian juga terharu. Haih wahai anak cukup masa janin mu aja kamu buat aku jadi anak Indie. Ntar jangan ya kalo sudah lahir.

Jepretan demi jepretan kamera mulai terdengar di udara. Nah kan puitis banget bahasanya. "Dimas Satya,"ucap salah seorang pengunjung seusia ku menyapa Dimas. Garis bawahi hanya Dimas. Curiga jangan-jangan ini yang dia maksud nanti juga tau.

"Oh hai Ma. Sendirian aja,"tanya Dimas. "Iya. Kamu sama,"ucap wanita itu menunjukku. "Oh ya ini istri ku. Ayudya,"ucap Dimas lagi-lagi segampang itu. Pengen di geprek kali si Dimas ini.

"Ayudya,"

"Almahyra,"

"Mbak tinggal di sini,"tanyaku mencairkan suasana. "Bukan Mbak. Agak jauh cuma lagi liburan aja. Mumpung ngga ada kerjaan,"ucap Alma. "Oalah gitu. Ngomong ngomong kerja apa Mbak,"tanyaku. "Saya cuma liat-liat sekitar aja Mbak,"ucap Alma membuat ku menarik lengan Dimas.

"Pekerjaan apa yang liat-liat sekitar Kak,"tanyaku. "Intel maksudnya Ay,"ucap Dimas sontak membuat ku menatap wajahnya seram. "Mbak sendirian aja,"tanyaku. "Ehm sama teman. Oiya selamat ya semoga debay nya lahir dengan selamat. Langgeng sampai ajal memisahkan,"ucap Alma.

Aih di antara semua mantan gebetan Dimas yang pernah ku temui cuma ini yang agak aneh auranya. "Aminn makasih Mbak,"ucapku sembari melihat wajahnya menahan kerutan di pipi. Tegar banget Mbak nya malah bikin aku yang mau nangis. Hiks alay nya diri ku Tuhan....

Kanistha Lokatara ~ CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang