L I U

230 33 0
                                    

          Yang aku ingat adalah kejadian mengerikan, dimana air besar itu menyapu semua yang ada dihadapannya, termasuk aku.
25 Desember.
Tepat dimana usiaku genap 8 tahun.
Pagi itu ibu membangunkan ku untuk ibadah sholat subuh, lalu bergegas mandi.

Aku memang selalu ikut ibu pergi ke pasar ikan, dan begitupun hari itu.
Letak pasar yang tak terlalu jauh, menjadikan kami berjalan kaki, menyapa tetangga, teman bahkan saudara.

"Nak.. berapa umurmu sekarang?" Tanya ibu sambil merangkul pundak ku.

"Delapan Bu" ucapku singkat.

"Kau sudah cukup besar nak, apa kau ingin adik kecil?" Tanya ibu sambil menatap ke depan.

"Ingin sekali Bu, tapi kemana adik-adik ku yang dulu?" Tanyaku dengan polosnya.

Ya.. ibu sudah beberapa kali mengandung, sebelum dan setelah adanya aku. Tapi semuanya tak sampai lahir sepertiku. Ibu dan ayah bilang, aku anak paling beruntung. Kasih sayang mereka melimpah untukku.

"Berdo'a saja, semoga adik kecilmu ini terlahir sehat beberapa bulan lagi" ucap ibu dengan senyuman sambil mengusap perutnya yang mulai membuncit.

"Hallo adik kecil, Kaka disini sudah menunggu loh" perasaanku saat itu amat sangat bahagia. Aku berharap kelahiran adikku nanti adalah kado terindah di umurku yang ke 8 tahun.

Setelah membeli ikan untuk keperluan hari ini, kami pulang kerumah, disana sudah ada ayah yang sedang bersiap akan berangkat kerja.

Ya. Ayahku seorang wartawan tv Nasional, ayah sering berangkat saat tengah malam atau dini hari, ayah juga selalu bercerita padaku bagaimana dia bekerja. Dari ancaman hingga kejadian percobaan pembunuhan oleh orang tak dikenal, sering kita alami. Ayah bilang, ini sudah risiko dari pekerjaan ayah.

1 jam kemudian. Ikan sudah matang, dan kami mulai sarapan.

"Ayah sekarang harus berangkat pagi, karena kantor akan kedatangan tamu penting katanya" ucap ayah sambil menyuap nasi

"Tamu penting siapa ayah?" Tanyaku

"Ayah juga belum tahu pasti sayang. Nah, ayah sudah telat. Dijalan juga pasti terjebak macet. Ayah berangkat dulu ya,"

"Hati-hati dijalan bang, pulang jangan terlalu larut ya" ucap ibu seperti khawatir

"Dahh ayah" lambaian tangan pertanda perpisahan pagi itu.

Hari itu memang sedang libur panjang karna Natal dan akan menyambut tahun baru. Jadi anak-anak banyak bermain di area pantai.

Aku pun tak mau ketinggalan, aku pergi ke pantai bersama Salma, teman sekaligus tetanggaku. Dia berusia 10 tahun. Bermain di pantai memang menyenangkan, buktinya kita sampai lupa waktu, sore hari baru tiba dirumah.

Lelah bermain seharian di pantai membuatku lelah, setelah makan malam aku langsung tidur.

26 Desember 2004
di pagi hari setelah sarapan pagi, aku dan ayah masih bersantai di halaman depan. Bersenda gurau, bermain teka-teki dan bercerita.

Tiba-tiba gempa yang sangat kuat mengguncang tanah yang kita pijak. Semua panik!

"Ibu! Cepat keluar Bu!" Teriak ayah.

Disusul ibu yang kemudian berlari keluar rumah. Aku yang sedang dalam gendongan ayah lalu diturunkan, kemudian ayah menyuruh kami tiarap di tempat yang lebih luas.

Setelah beberapa detik gempa berhenti, ayah langsung ditelpon oleh kantor tempatnya bekerja karna mendengar sekilas berita bahwa lapas Kajhu runtuh. Ayah segera bergegas kedalam rumah sebelum akhirnya pergi mengendarai mobil dengan perbekalan seadanya.

"Kalian hati-hatilah, jika terjadi gempa susulan, cepat lari selamatkan diri keluar rumah" ucap ayah pada kami sebelum bergegas menuju mobil.

Tak beberapa lama, Salma tetanggaku menghampiri aku dan ibu.

"Ayo cepat kita lari!!. Ini bukan hanya gempa saja, air laut akan naik ke daratan" ajaknya sambil ketakutan

"Salma, kamu tahu dari mana nak?" Tanya ibuku

"Aku sudah belajar disekolah tentang ini sebelum liburan tiba" jawabnya dengan lantang.

"Ibu, ayo telepon ayah suruh kembali kesini Bu!" Rengek ku.

"Hp ibu dibawa ayah sayang" ucapnya khawatir.

Setelah itu, ayah Salma menenangkan kami yang sempat khawatir akan apa yang dikatakan Salma.

"Salma. Sudah sudah, lebih baik kita berdo'a saja ya sayang. Agar semua baik-baik saja, dan tidak ada kejadian seperti yang Salma katakan barusan" bujuk ayahnya

"Terserah! Tapi Salma akan pergi dari sini" ucapnya sambil berlari kencang.

Aku yang melihat Salma berlari hanya bisa diam karena bingung harus mengikuti siapa.

"Ibu, ayo kita pergi dari sini" anakku ketakutan.

Tanpa pikir panjang, ibu dan aku berlari keluar komplek perumahan sekuat tenaga. Ternyata dari arah pantai banyak juga orang-orang yang berlomba ingin menyelamatkan diri.

Banyak dari mereka yang sudah kelelahan, bahkan aku melihat ada yang jatuh dan langsung terinjak-injak oleh orang lainnya yang sama-sama panik.

Ibu terlihat sudah kelelahan sekali karena harus membawa calon adikku didalam perutnya.

Tapi tiba-tiba buih laut datang tanpa sepengetahuan kita. Aku dan ibu terpisah, bahkan saat itu aku tak tahu ibu ada dimana.

Setelah itu, air laut beserta bongkahan kayu dan barang lainnya mulai menyapu ku. Tergulung oleh gelombang tsunami yang besar membuatku sulit untuk bergerak. Alih-alih bernafas, yang ada aku hanya tergulung oleh air yang sudah bercampur dengan tanah, sampah dan lain-lain.

Aku tidak perduli dengan luka-luka kecil atau kepalaku yang berdarah akibat terbentur benda keras, yang aku inginkan hanyalah selamat. Aku tidak tahu berapa lama aku terbawa oleh arus bersama dengan sampah-sampah yang ikut menggulung seperti air.

Sampai tak terasa benturan keras tepat mengenai keningku, membuatku tak sadarkan diri dan semuanya gelap.
Setelah sadar aku tidak bisa menggerakkan tubuhku. Tubuhku benar-benar terhimpit oleh tembok dan kendaraan besar.

Aku melihat sekeliling banyak sekali orang-orang yang terhimpit disini, Aku berteriak meminta tolong memanggil ibu, tapi tidak ada satupun yang bangun. Ya, mereka sudah menjadi mayat.

"Ibu, ayah, tolong aku" tangis ku pecah.

Aku benar-benar sendirian, sekuat tenaga meminta pertolongan hingga suaraku habis, bahkan aku kehausan. Kurasa aku sudah tak bisa menahan sakit ini, hingga akhirnya semua kembali menjadi gelap.

Ya, sangat gelap, saat terbangun pun, aku hanya melihat diriku yang masih terhimpit oleh tembok bangunan dan kendaraan, Dan aku tak bisa bertahan.

2 hari setelah bencana dahsyat jenazah ku baru ditemukan, begitu juga dengan yg lain di sekitarku. Setelah jenazah ku ditemukan.

Aku tak ingin membuang waktu untuk mencari ibu. Aku yakin bahwa ibu masih hidup dan akan segera melahirkan. Mencari ke berbagai pengungsian, akhirnya aku menemukannya, dia bukan ibuku, tapi mempunyai adik kecil yang cantik dan baru saja lahir.

Aku terus memandanginya berhari-hari. Sampai akhirnya bayi kecil itu menangis kencang sendirian, aku beranikan diri mendekatinya, ternyata ibunya telah berpulang. Sejak saat itu aku berjanji akan menjaga dan menyayangi bayi kecil itu seperti aku menyayangi adikku sendiri.

Setelah Liu menceritakan kisahnya panjang lebar, semua berlinang air mata. Sejak saat itu Lia sudah bisa berinteraksi dengan Liu, walaupun masih ada keterbatasan.

Sore hari sepulang dari pantai, aku dan Lia membersihkan diri untuk bersiap akan makan malam bersama. Saat dimeja makan, Ake melihat Liu ada disebelah bubu, dengan wajah yang berseri, dan itu membuat Ake dan dato' senang.

"Misi kita berhasil ke," bisikku. Ake membalas dengan mengacungkan jempol dan tersenyum.

Keesokan harinya..

Assalamualaikum viewers...
Otw tamatin ini mah asli hahahah
Jgn lupa vote & komen guys 😜

Teman Tak Kasat Mata.          ( T A M A T )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang