Hari Peringatan

230 29 2
                                    

Sungguh tak mudah untuk mengajak Liu berkomunikasi, saat kita mendekatinya. Dia tanpa sadar menyakiti Lia. Sudah beberapa hari sikapnya selalu seperti itu terhadap Lia. Aku sungguh tidak suka dengan sikapnya yang dengan mudahnya menyakiti temanku.

"Zila.. sedang apa disini? Kau masih mencoba membujuk Liu untuk mau berkomunikasi denganmu?" Tanya dato'

"Aku kesal ketika Lia merasa kesakitan tanpa sebab. Dan aku tidak bisa diam saja" ucapku tegas, sambil terus menatap pintu gudang.

"Kau anak yang baik juga berani, besok adalah hari dimana tsunami Aceh diperingati. Tepat tanggal 26 Desember. Dato' harap kau mau ikut kami untuk menghadiri pengajian memperingati bencana tsunami di masjid Rahmatullah dan kami akan mengunjungi kuburan massal, dato' harap kau bersedia ikut untuk menemani Lia." jelas dato'.

"Baiklah dato' aku akan ikut bersama Lia" ucapku

Malam harinya, kami semua berkumpul untuk makan malam. Canda tawa selalu tercipta di meja makan. Lia yang sudah merasa sehat pun kembali tersenyum.

"Dato' apa besok semuanya akan pergi ke masjid Rahmatullah?" Tanya Lia

"Ya, semuanya akan ikut. Termasuk zila."

"Asik" seru Lia.

Matahari masih belum menampakkan sinarnya. Sementara kita semua sudah bersiap menuju masjid Rahmatullah dengan segala perbekalan yang sudah dipersiapkan dato'. Dato' bilang buah-buahan dan makanan yang sudah disiapkan akan dibawa dan dikumpulkan. Lalu nantinya akan dibagikan saat selesai pengajian.
Kami sampai di masjid Rahmatullah pada pukul 05.20 suasana disini sangat ramai. Semuanya membawa perbekalan. Tapi ada satu hal yang janggal. Aku tak melihat Liu dan makhluk halus lainnya.

"Ake. Kenapa mereka tidak ada disini?" Tanyaku penasaran.

"Mereka sepertinya pergi ke tangah lautan atau ke suatu tempat. Dimana mereka akan mengenang kematian mereka juga" jelas Ake. Aku hanya mengangguk.

"Dan lagi. Ini tempat suci. Disini hanya ada cahaya-cahaya seperti yang bisa kau lihat di ujung sana" ucap ake.

Aku melihat ke arah yang Ake tunjukan. Aku melihatnya. Mereka bercahaya.

"Mereka hanya terlihat oleh kita yang mempunyai kelebihan. Kita do'akan mereka semoga menjadi ahli syurga" lanjut Ake.

"Zila, ayo!" Sapa Lia, Lia mengajakku untuk duduk paling depan.

2,5 jam berlalu. Dari mulai tausyiah, membaca Al-Qur'an bersama, bersholawat. Kami semua melakukannya dengan khusyu'. Aku juga ikut membagikan makanan serta buah-buahan kepada orang-orang yang kami bawa tadi.

"Baiklah, sudah selesai. Kita pergi ke kuburan massal" ajak dato'.

Diperjalanan Ake bercerita bahwa masjid Rahmatullah adalah satu-satunya masjid yang selamat dari terjangan tsunami dahsyat tahun 2004 lalu.

Masjid yang berdiri kokoh setelah rumah disekelilingnya rata dengan tanah. Ake juga bercerita bahwa pada saat tsunami terjadi. Ada kubah masjid yang menyelamatkan orang-orang. Kubah tersebut hanyut terapung-apung dan berhasil menyelamatkan beberapa nyawa. Aku sangat takjub dengan kuasa-Nya. Tak terasa tiba kami di kuburan massal.

"Zila. Setiap tahun aku selalu berdo'a semoga ayahku berada di kuburan massal ini" lirih Lia dan kulihat butiran air matanya jatuh. Aku segera memeluknya, membuatnya sedikit lebih tenang.

Yang kulihat bukan kuburan seperti pada umumnya. Disini hanya ada batu-batu besar yang mungkin diibaratkan sebagai nisan. Kami semua berdo'a dan menabur bunga serta air yang kita bawa pada batu besar tersebut.

"Mari kita pulang dan beristirahat" ajak Ake.
Diperjalanan pulang Ake dan dato' mengobrol tentang keadaan Aceh sesaat setelah tsunami terjadi.

"Lia. Kemarin malam aku melihat Liu bergegas keluar rumahmu seperti terburu-buru, dia mau kemana?" Tanya bubu.

Teman Tak Kasat Mata.          ( T A M A T )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang