Summertime Sadness

3.2K 197 63
                                    

Akhirnya gue kambek juga gengs

Nah,

Ini terinspirasi dari lagunya Lana Del Ray - Summertime Sadness. 

Selamat menikmati. 

________________________________________________________________________

Kiss me hard before you go.

Summertime Sadness.

I just wanted you to know.

Oh, baby. You the best. 

"Park Jimin." Panggilan itu membuat pemuda itu menoleh, menyambut tatapan Ibu. Senyum beliau terukir ketika beliau menghampiri dan memeluknya erat. Belum sempat Jimin meletakkan koper ke dalam rumah. Jimin meletakkan koper itu dan, pun, memeluk wanita yang membuat dirinya ada di dunia ini, kembali. Sama eratnya, sebab dirinya pun merindukan wanita itu. Apalagi senyumnya. Tawanya. 

"Kamu pulang, akhirnya."

"Iya, Jimin pulang, bu."

Rentang waktu tak jumpa mereka cukup membuat air mata tak segan lagi untuk keluar. Ingin rasanya memeluk wanita itu seterusnya, ketika ia menyadari bahwa ia sangat menyayangi Ibunya lebih dari apapun di dunia ini. 

Dibawanya sang Ibu ke dalam. Mata mengamati segala penjuru. Lantai kotor, sarang laba-laba di pojok ruangan, dan piring kotor di atas meja. Rumah ini tak terawat setelah sepeninggalannya. Menjadi anak sulung memang selalu diandalkan, tak kaget bahwa kedua adiknya tak bisa diharapkan untuk merawat Ibu. 

Sang ibu terduduk canggung di ruang tengah, membuat Jimin memutuskan untuk duduk didepannya, mengabaikan letih dari perjalanan panjang dari Seoul ke Busan. Setelah meletakkan barang-barang ke kamarnya yang masih rapi, tentu saja. Jimin cukup terusik saat melihatnya canggung begini.  

"Di mana Soobin dan Yeonjun?" Jimin menanyakan kedua adiknya. 

"Yeonjun sedang ke perpustakaan dan Soobin sedang ke rumah temannya untuk mengerjakan kerja kelompok."

"Ibu sendiri sudah makan?"

"ah ... Ibu sudah. Jimin? Ah, maaf. Ibu benar-benar ... uh ... maaf ... Ibu--"

Kumpulan emosi membuatnya terisak. Jimin memeluk ibunya, meletakkan wajahnya ke dada. Mengelus lembut belakang kepala dengan rambut memutihnya dan punggungnya ringkihnya. Setelahnya ia terisak, membuat Jimin mengerutkan dahi, menahan kekalutan yang timbul. Wanita itu semakin berumur. Namun, semakin kurus. Bagaimanapun, ia telah meninggalkan sang Ibu.

Jimin menghela napas, "Jimin disini, Ibu. Jimin disini."

Merapalkan kata-kata itu terus menerus demi membuat Ibu sedikit tenang. 

Ia akan kembali dan memperbaiki keadaan yang telah hancur. Dari melanjutkan kuliah S2nya, mengurusi Ibu, membiayai keluarga, sampai mendidik adik-adiknya. Jimin akan membereskan ini semua, seperti tanggung jawabnya sebagai anggota di sebuah keluarga.  Hanya mereka yang Jimin miliki. Hanya mereka.

Setelah dirinya pindah ke Busan, Jimin langsung menyebar CV dan menghadiri berbagai macam interview yang, untungnya, membuatnya di panggil oleh tujuh perusahaan yang ternama untuk menjadi seorang manager. Jimin mengambil salah satu yang memiliki gaji yang lebih banyak. Yang ia syukuri adalah kini ia telah dapat disandarkan secara finansial seperti kepala keluarga pada umumnya, setelah Ayah meninggal bertahun-tahun lalu. 

Ia benar. Jimin memang mampu meraih segalanya, sebab dirinya adalah pekerja keras. 

Jimin melakukan semuanya dengan baik sekali.

Yoonmin RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang