Bab 6: Sebuah Pengkhianatan dalam Hubungan Pertemanan

350 36 0
                                    

Peringatan!
Bab cerita ini mengandung kekerasan, mohon lebih bijak dalam membaca.

Jangan lupa vote dan comment-nya. Terima kasih.

Selamat Membaca

-Special Class-

Peristiwa kemarin tak meninggalkan memori yang manis, melainkan kepahitan yang harus diteguk secara paksa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Peristiwa kemarin tak meninggalkan memori yang manis, melainkan kepahitan yang harus diteguk secara paksa. Mewawancarai salah satu dari Duo Petaka saja sudah merupakan kesialan. Apalagi jika dua orang itu digabung menjadi satu. Bencana hebat.

Hari ini juga, kesialan kembali menimpanya. Efek bencana yang Duo Petaka itu diberikan secara beruntun layaknya domino. Minimal dalam waktu seminggu kutukan-kutukan ini akan sepenuhnya terlepas dari dirinya.

Sekarang, Paulina sedang berhadapan dengan guru pembina yang memegang seluruh ekstrakurikuler di SMA Larkspur itu. Sejak 30 menit tadi, guru muda itu mengomel tanpa henti. Bahkan perlu diketahui, bahwa guru Olahraga itu tidak minum selama sesi ceramahnya.

Sebenarnya permasalahannya hanya satu, namun Pak Micael terus mengulang-ulang hal yang sama selama 30 menit ini. Bukannya memberi solusi, beliau malah berputar-putar di satu topik. Dari dibilang tidak becus sebagai calon ketua, berbeda dengan ketua ekskul jurnalistik sebelumnya yang sukses menjadi pemimpin yang baik dan taat. Kemudian lelaki berkumis itu berkata bahwa ketua sebelumnya tidak ada yang seburuk dirinya. Bahkan dia menyebut Mei lebih layak menjadi ketua ekskul jurnalistik.

Paulina hanya bisa mengangguk pasrah mendengar setiap omelan yang keluar dari mulut guru pelajaran Olahraganya itu. Rasa bosan menemaninya sepanjang ceramah sampai-sampai kepalanya hanya diisi dengan menerka-nerka berapa helai kumis yang menutupi philtrum guru muda itu.

Dia sempat berinisiatif ingin menunjukkan kedua lengannya yang sedang dibaluti perban agar Pak Micael bungkam dan tahu dia telah berusaha menarik dua penindas itu dengan jerih payah. Namun, sayang, rasa malunya di posisi yang lemah ini sangat menyulitkannya. Ditambah lagi, Paulina takut lelaki berkumis tipis itu malah akan semakin menyalahkannya.

"Kenapa kamu pakai jaket di sekolah? Lepaskan jaketmu!" perintah Pak Micael tegas.

Kalau saja jarak mereka sudah sedekat nadi, Paulina yakin mukanya akan dipenuhi oleh air liur dan jigong hijau yang keluar dari mulut guru muda itu. Bahkan suara alat bor saja berhasil dikalahkan oleh teriakan-teriakan ceriwis Pak Micael yang membuat kedua telinganya berubah pekak.

Paulina semakin mengeratkan pegangannya pada kardigan merah yang dikenakannya. Peraturan sekolah mengatakan hanya boleh mengenakan kardigan sekolah ketika musim hujan, yang berarti Paulina sudah melanggar dua peraturan, yaitu menggunakan kardigan bebas dan mengenakannya di cuaca panas. Mereka tidak peduli dengan alasan bahwa SMA Larkspur terletak di tempat yang asri dan sejuk, mungkin karena tidak ada yang berani untuk membuka mulut juga.

Stuck In: Special ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang