Bab 28: Topeng yang Sebenarnya

190 27 77
                                    

Terserah.

Selamat Membaca

.

.

.

-Special Class-

Rumah minimalis sederhana dengan interior seadanya, menjadi tempat tinggal si dua kembar dan ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah minimalis sederhana dengan interior seadanya, menjadi tempat tinggal si dua kembar dan ibunya. Tak ada lagi lantai berbahan marmer yang membawa kesan mewah. Guci-guci keramik yang biasanya menjulang tinggi ke atas, kini memendek menjadi pot tanaman. Bahkan lampu kristal yang terang benderang tergantikan oleh lampu gantung dengan aksen yang begitu membosankan.

Hidup Reinda serta keluarganya bertambah sulit tanpa adanya asisten rumah tangga yang biasa mengurus pekerjaan rumah. Sebenarnya, ibu dari kedua kembar itu mampu untuk menyewa jasa pembantu. Beliau memiliki uang simpanan dari hasil kerjanya di usia muda. Akan tetapi, apabila terlalu gegabah untuk berfoya-foya di saat sedang menjadi topik hangat seperti ini, pasti akan muncul berita-berita hoaks yang akan semakin menghancurkan citra mereka. Ibu dari si kembar selalu ingin terlihat baik di depan orang-orang.

Sementara waktu, lebih baik mereka bersikap tidak terlalu menonjol agar segera dilupakan oleh media-media serta warganet di luar sana.

"Karena Papamu, kita terpaksa tinggal di sini! Kalau aja Papamu enggak korupsi demi anak beban itu, kita enggak akan sengsara kayak sekarang!" keluh wanita tua yang sedang memijat wajahnya. Ia duduk layaknya tuan rumah di depan televisi dengan kaki diletakkan di atas meja. "Gara-gara anak beban itu, untuk sementara waktu Mama enggak boleh perawatan dan belanja! Sialan!"

Lagi-lagi wanita tua itu mengeluh. Dia adalah Rosetta, ibu dari dua kembar itu yang dulunya merupakan penari profesional yang bergelut di dunia menari selama tiga puluh tahun lamanya. Bekerja dalam kurun waktu yang lama dalam dunia tari, membuatnya menjadi sosok penari legendaris yang banyak dikenal dan dikenang orang-orang. Wajar saja bakatnya itu diteruskan ke kedua anaknya.

"Kita tinggal di tempat menyedihkan ini karena anak beban itu! Semuanya saja disita! Bunuh saya saja sekalian!"

Wanita itu tak seelegan tariannya. Beliau selalu melemparkan kemarahan atas ketakpuasannya. Tidak ada kesalahan yang akan dimaafkannya.

Reinda merasa diuntungkan karena semua keburukan itu bukan tertuju kepadanya, namun pada kembarannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkannya, karena dia lebih unggul dari Reindra. Ia tak akan dijadikan samsak tinju oleh ibunya kapan pun itu, karena dia anak emas. Sudah sepantasnya anak emas tak akan pernah dicelakai orang tuanya, bukan?

Beruntung sekali Reinda mendapatkan bakat murni dari ibunya, tetapi sial sekali dia harus mendapatkan kembaran yang tak becus, bahkan untuk bernapas sekalipun.

Stuck In: Special ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang