Bagian Dua Puluh Tujuh | Tidak Terlihat

277 39 1
                                    

Fajar terlihat sedang duduk di kursi kayu yang ada di depan rumahnya, kedua tangannya tengah memakaikan sepatu pada kaki nya. Setelah selesai, ia menatap ke sekeliling pekarangan rumahnya. Segar. Banyak tanaman tak terawat yang basah oleh embun, tapi terasa asri dimata Fajar.

Dia menarik nafas nya kemudian menghembuskan pelan. Ah segar sekali.

"Udah mau berangkat? Susu nya nggak mau di minum?" Vina datang dari balik pintu dengan tangan memegang gelas berisi susu putih yang masih penuh.

Fajar menoleh, kemudian menggeleng, "kenyang."

"Mau mama anterin? Biar sekalian bareng mama?"

"Nggak usah, Ma." Fajar berdiri, melihat dirinya di kaca jendela rumahnya seraya membenarkan seragamnya. Kemudian mengamit tangan Vina lalu menciumnya, "Fajar berangkat ya ma ...."

"Emang nya kamu nggak capek jalan kaki terus?"

Fajar mengatupkan bibirnya, memangnya mama gak capek bohong terus?

Tapi ia memilih untuk menggeleng, "assalamualaikum," kemudian ia berjalan menuju sekolahnya bersamaan dengan Vina yang menjawab salam darinya.

***

Koridor sekolah masih sepi karena masih 40 menit lagi bel masuk berbunyi. Nampaknya Libra terlalu kepagian hari ini. Pasalnya alarmnya tidak berbunyi dan dia lupa men-charger ponselnya sampai lowbat. Alhasil ia jadi kelabakan sendiri dan mengira bahwa ia sudah terlambat, namun rupanya dia kepagian.

Bagus, sebuah awal yang baik untuk jadi murid teladan di SMA Mahadaya.

Tapi masalahnya, dia kedinginan sekarang. Libra mengusap-usap kedua tangannya pada lengannya sambil sesekali menggigil karena kedinginan. Parah. Dia memang lemah sekali dengan udara dingin.

Di saat seperti ini, tiba-tiba seseorang meletakkan jaket di punggung Libra lalu membenarkan nya sampai menutupi lengan. Libra jelas saja kaget, perasaan hanya dia sendiri saja sejak tadi yang berjalan dilorong.

Ia menoleh kemudian mendongak, ah ya pria jakung itu ternyata. Pria itu tidak menatap nya sama sekali juga tak mengatakan satu patah kata pun kemudian langsung pergi. Beruntung Libra dengan cepat memegang satu tangan Raya untuk menahan pria itu.

"Makasih," ucapnya dan hanya dibalas oleh anggukan oleh Raya.

Ada banyak kata yang ingin Libra ucapkan sebenarnya. Tapi Libra mengurung niatnya, membiarkan Raya pergi meninggalkan nya.

Semakin jauh dan hanya bisa menatap punggung pria itu, kemudian ia berkata pelan, "maaf."

***

Malam nya di rumah Athira. Dua anak manusia tengah duduk di sofa, yang satu nya terlihat tengah menonton tv dan satunya lagi tengah mendengarkan musik lewat earphone. Sudah 5 menit dan keduanya sama-sama belum membuka percakapan.

Alasannya sederhana, Athira tengah sibuk menonton sinetron kesayangannya dan tidak mau diganggu.

Anka tidak masalah sama sekali. Toh, dia memang terbiasa diam. Jadi terserah mau nya Athira, kalau gadis itu mau mengajaknya bicara dia akan meladeni, tapi kalau tidak ya tidak apa-apa. Anka tidak masalah.

"An, kamu udah makan?" Ah ya, jangan lupa bahwa Athira tidak suka keheningan.

Anka melepas earphone di telinga nya, "udah, tapi pingin makan martabak."

"Ih sama! Aku juga! Aku pesenin ya?" seru nya bersemangat.

Athira langsung mengambil ponselnya yang ada di meja lalu mengotak-atiknya, "kamu mau rasa apa?"

Immaculate [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang