"Mau ke ruang guru, ya?"
Suara berat yang masih asing di telinga nya terdengar jelas tepat berada di sebelahnya. Pria jakung dengan tubuh atletis itu mendekatkan wajahnya 10 cm dari wajah Athira, jelas saja membuat jantung Athira berdetak tak karuan. Kenapa harus sedekat itu sih? Memangnya bicara biasa saja tidak bisa?
"I-Iya kak," dia bahkan harus memundurkan tubuhnya dan menjawab dengan ragu.
"Mau laporan karena belum dapet ekskul?" tebak nya asal, kini tubuhnya sudah kembali tegap dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya.
"Iya, besok kan udah hari jumat."
Raya mengerling, ternyata tebakan nya benar. Padahal dia hanya asal menebak saja. Apa sebenarnya dia berbakat dalam dunia perdukunan? Ah, apa-apaan sih!
"Masuk ekskul gue aja, gimana?"
Athira mendongak ke pria yang ada di sebelahnya dengan dahi yang berkerut, "aku lagi gak mood bercandaan, Kak."
Raya terkekeh karena respon Athira di luar dugaan. Dia fikir Athira akan melompat kegirangan atas tawarannya, atau dengan lebay nya langsung bersorak lalu memeluknya. Tapi ternyata gadis itu malah memanyunkan bibirnya karena kesal.
"Siapa yang lagi bercanda, sih?"
Dengan malas, Athira hanya menaikkan kedua bahu nya tak acuh. Sementara Raya, kini dia tertawa kecil karena Athira tidak mempercayainya. Mungkin dia trauma karena kejadian waktu itu di ruang musik. Baguslah! Menjadi orang yang sulit percaya pada orang lain akan menjadikan pribadi yang lebih berhati-hati.
"Gue nggak bercanda, lo masuk ekskul gue aja. Gimana? Mau?"
"Nggak mau," tolaknya tanpa pikir panjang.
Athira kemudian melanjutkan langkahnya. Ini jam bebas, sudah pasti para siswa SMA Mahadaya ramai berlalu lalang di lorong sekolah. Jam bebas ditujukan kepada siswa yang masih ada kegiatan lain di sekolah, seperti rapat OSIS, mencari buku di perpustakaan, atau menggunakan fasilitas lab.komputer. Bisa juga untuk memenuhi panggilan guru seperti yang dilakukan oleh Athira.
"Waktu itu lo pengen masuk, giliran udah ditawarin malah nggak mau. Cewek di mana-mana emang rumit, ya?"
Athira menghela nafasnya kemudian membalikkan badan, "waktu itu aja dimainin terus ditolak, katanya nggak butuh vokalis. Cowok di mana-mana emang rese, ya?"
Kemudian Athira membalikkan badanya lagi dan langsung berjalan menuju kantor guru. Sementara Raya hanya menatap punggung Athira yang semakin menjauh, dia tertawa. Lucu juga ketika Athira dengan berani nya membalas ucapannya.
Raya menggelengkan kepalanya, pria itu membalikkan badannya berniat untuk kembali ke kelas. Namun tawa yang tadi sempat ia ciptakan, kini luntur perlahan karena mendapati Libra tengah menatap ke arah nya dengan membawa buku cetak Bahasa Indonesia miliknya.
Kedua mata mereka beradu, sebelum akhirnya Raya mengerjap beberapa kali lalu medekati Libra yang masih mematung di tempat.
"Mau balikin buku?"
Libra tersentak, kepala nya kini menoleh ke kanan dan kiri lalu cepat-cepat menyerahkan buku yang dia bawa kepada Raya. "Makasih buku nya," lalu pergi bergitu saja.
Seperti itu. Seperti itu hubungannya dengan Raya.
Libra bahkan tak tahu tiba-tiba terdiam karena apa. Tapi untuk cemburu, seperti nya tidak. Libra hanya iri, iri kenapa orang lain bisa dengan bebas nya berbicara dengan Raya sedangkan dia tidak. Dia hanya ingin menjalani hubungan yang biasa, yang orang lain tahu pun tak akan jadi masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Immaculate [SELESAI]
Teen FictionIni menceritakan tentang seorang laki-laki yang kehilangan penglihatannya karena sebuah kecelakaan, tentang seorang gadis yang masih saja berusaha mencari kakaknya yang hilang sepuluh tahun yang lalu, juga tentang seorang pria yang telah dibenci kek...