"Kok berhenti di sini?"
Mobil bis yang mereka kendarai tiba-tiba berhenti di halte tua yang terbuat dari kayu. Tidak kelihatan horor, hanya saja warna cat yang ada pada kayu tersebut sudah memudar.
"Ayo turun," Anka membuka telapak tangannya begitu ia sudah beranjak dari duduk nya, mempersilahkan Athira untuk menggenggam tangannya.
"Di sini?" kernyitnya tak yakin. Pria itu hanya mengangguk sambil tersenyum.
Athira mengamit tangan Anka kemudian segera beranjak dari duduknya untuk keluar dari bis. Mereka tidak membawa barang apa-apa. Hanya tas selempang kecil milik Athira yang di dalam nya sudah ada perlengkapan milik Anka juga. Seperti dompet, carger, dan ponselnya.
Mobil bis yang tadi mereka tumpangi melaju lagi. Meninggalkan mereka berdua di halte tua ini.
Tapi sedetik kemudian Athira terpaku dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Gadis itu benar-benar cengo dengan apa yang dilihatnya sekarang. Dia melihat nya dengan takjub. Terhampar luas kebun jagung di hadapannya ditambah dengan awan putih yang menutupi langit biru membentang di atasnya.
Persis seperti melihat lukisan.
Ia menghadap Anka dengan wajah yang berseri-seri, ia mengangkat kedua tangannya lalu bersorak. Betapa ia senang melihat pemandangan ini. Kemudian ia penasaran dengan apa yang ada di belakang halte tua ini.
Ia memutuskan untuk melihatnya.
Namun lagi-lagi ia seperti mendapat kejutan. Mata nya melebar. Kini yang dilihatnya adalah hamparan bunga matahari yang kompak memekar sempurna.
Athira menghadap Anka lagi. Pria berkacamata yang kini sedang memandang ke arahnya, menatap nya lekat dengan senyum paling merekah yang jarang sekali Athira lihat. Athira membalas senyumnya lalu berlari dan menubruk pria itu. Masuk ke dalam dekapan Anka.
Kepala Athira mendongak, "kamu tau tempat sebagus ini dari mana?"
"Dulu waktu Kak Dio masih di Indonesia. Dia sering ngajak aku ke sini. Kamu suka?"
Athira mengangguk lalu melepas pelukannya. Lagi-lagi ia memandang sekelilingnya, "aku berasa ada di dalam lukisan, An."
Tangan Anka mengusap rambut Athira lembut. Lalu ia meraih pergelangan tangan Athira, mengajak nya masuk ke dalam kebun bunga matahari. Mereka menyusuri jalan setapak. Kanan kiri nya menjulang tinggi bunga matahari yang seakan menyambut mereka.
Ah, Athira jadi merasa menjadi peri Tinkerbelle yang dapat mengendalikan tanaman sekarang. Satu tangannya ia renggangkan supaya dapat menyentuh dedaunan bunga matahari. Sambil berkhayal bahwa ia sedang berpetualang bersama pangeran tampan.
Athira memang suka sekali berkhayal.
"Ini daerah perkebunan, Tir." Anka berucap setelah mereka sudah berada di tengah-tengah kebun bunga matahari. "Nggak cuma ada kebun jagung sama bunga matahari aja. Tapi ada sayuran juga."
"Terus sekarang kita mau ke mana?"
"Keliling aja. Ada banyak hal yang pingin aku liat, Tir. Termasuk liat kamu lebih lama." Anka mengucapkan itu dengan menoleh Athira sebentar tapi berhasil membuat jantung Athira berdetak cepat.
Anka menoleh lagi lalu tertawa kecil, "sekarang aku bisa liat muka kamu yang merah kalo lagi malu."
Athira buru-buru melepas tangannya dari genggaman Anka kemudian memegang kedua pipi nya yang memanas. Bibir nya mengerucut sebal, ia kemudian memukul punggung Anka. "Gak usah nyebelin ya!"
Pria itu berlari sambil tertawa puas. Athira mendengus lalu mengejarnya dari belakang.
"An! Berhenti!" teriak Athira dari belakang, masih mengejar Anka yang lari nya jelas jauh lebih cepat dari nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Immaculate [SELESAI]
Teen FictionIni menceritakan tentang seorang laki-laki yang kehilangan penglihatannya karena sebuah kecelakaan, tentang seorang gadis yang masih saja berusaha mencari kakaknya yang hilang sepuluh tahun yang lalu, juga tentang seorang pria yang telah dibenci kek...