Athira mengeluarkan buku biru muda dengan kertas pink polos yang tak pernah lupa dia bawa. Buku itu bahkan diberinya nama –Anyelir, karena bunga anyelir melambangkan cinta dan kesetiaan. Athira tidak pernah menuliskan curhatannya di buku itu. Kalau kalian berfikir isi dari buku itu adalah tentang curhatan nya tentang sosok pria yang sedang ia kagumi, maka kalian salah.
Buku itu berisi tentang catatan kejadian menarik yang Athira alami setiap hari nya. Saat dia bertemu orang baru, saat dia ditolong oleh seseorang, saat dia diberi sebungkus permen, saat dia dipinjami payung oleh orang tak dikenal dan semua hal yang bagi Athira berharga. Semua nya tercatat rapi dalam buku itu, lengkap dengan ciri-ciri orang tersebut bahkan namanya kalau Athira tahu siapa nama orang tersebut.
Entahlah, Athira hanya merasa bahwa semua catatan itu akan penting untuk nya suatu hari nanti.
Athira meregangkan otot-otot punggung nya dengan kedua tangan yang ia tarik ke atas, suasana kelas masih sepi. Baru dua orang yang datang ke kelas ini, hanya ada dirinya dan satu orang pria yang belum dia kenal. Wajar, dia murid baru dan belum terlalu paham dengan teman-teman baru nya.
"Ih, ini yang duduk di sini siapa sih dulunya, kotor banget meja nya," gerutu Athira dengan suara pelan sambil mengusap-usap meja miliknya.
Meja yang benar-benar kotor dengan goresan pensil dihampir setiap permukaannya. Bahkan tangannya ikut menjadi kotor, membuatnya terkadang kesal karena harus mencuci tangannya dulu sebelum istirahat dan pulang sekolah.
"Hai!"
Athira mendongak, mendapati Raya berdiri di pintu masuk dengan tas nya yang masih ia bawa di sebelah punggungnya. Raya tersenyum ke arah Athira kemudian berjalan menghampiri gadis itu.
"Kamu Athira 'kan?" tanyanya yang bisa Athira pahami bahwa itu adalah pertanyaan basa-basi.
Mana mungkin secepat itu kakak kelasnya melupakannya, meskipun mereka baru pertama kali bertemu dua hari yang lalu di ruang musik. Athira saja masih ingat bagaimana kakak kelasnya itu mengerjainya kemudian tertawa puas di ruang musik dua hari yang lalu.
"Kenapa kakak nanyain pertanyaan yang gak perlu dijawab sih?"
Raya terkekeh kemudian langsung menggeledah tas yang ia bawa. Pria itu mengeluarkan amplop lalu meletakkannya di meja hadapan Athira. "Titip, kasihin sama Libra ya? Kamu sebangku kan sama dia?"
"Ini surat cinta ya, Kak?" tanya Athira dengan senyum meledek.
Raya tersipu malu lalu tertawa pelan seraya meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya, "Sstt ... kasihin ya ...."
Athira mengangkat ibu jari tangan kanannya, "beres kak!"
Raya lagi-lagi terkekeh, pria itu kemudian mengacak rambut Athira asal membuat gadis itu berdecak sebal. Susah-susah dia bangun pagi untuk menata rambutnya dan kini malah dengan seenaknya diacak oleh Raya.
"Makasih ya, yaudah gue mau ke kelas. Mau siap-siap upacara."
Kemudian Athira mengangguk meng-iyakan.
Aneh, rambutnya yang diacak-acak, namun hatinya yang berdesir tak karuan. Apa akan seperti ini rasanya kalau dia sedang bersama kakaknya?
***
"Li, kamu sama Kak Raya ada hubungan apa?"
Libra yang sedang memasukkan peralatan belajarnya ke dalam tas sontak menoleh ke arah Athira yang sedang menatapnya intens. Oh, tentu saja dengan senyum meledeknya. Athira tidak menyangka kalau dirinya kini menjadi perantara cinta Raya pada Libra.
"Kak Raya tadi ke sini?" Libra malah balik bertanya, mata nya bahkan melotot tajam ke arahnya.
Athira hanya mengangguk santai sambil meringis memamerkan jajaran gigi nya yang rapi. Maklum, baru lepas behel.
"Terus, ada siapa aja di kelas?"
Athira menaikkan bola matanya sebentar, "ada aku sama ...," kini Athira menghadap ke belakang dengan tubuh yang sedikit menyerong ke kanan, "... sama cowok yang duduk nomer dua dari tembok, barisan ke dua dari belakang."
Libra menghela nafasnya lega, "syukurlah, aman~" kini dia mengelus dada nya berulang kali.
"Emang kenapa kalo banyak yang tau?"
Libra terdiam kemudian tersenyum canggung, "aku sebenernya backstreet sama dia, tapi dia nya nggak mau."
"Loh kenapa? Kenapa backstreet?"
Lagi-lagi senyum canggung itu terbit dari wajah Libra. Kalau difikir-fikir, Raya itu tampan, tubuhnya tinggi dan kulitnya putih. Dia memiliki gingsul di gigi bagian kanan nya. Bahkan menurut Athira, Raya itu keren karena dia adalah anggota ekskul band. Apalagi Raya merupakan drummer sekaligus ketua nya dalam ekskul tersebut.
Jadi kenapa Libra ingin merahasiakan hubungannya?
"Mendingan kita ke kantin dulu deh," putus Libra sambil meringis.
Athira yang masih hanyut dalam lautan rasa penasaran hanya bisa berdesis kemudian tangannya merogoh laci meja nya dan mengeluarkan amplop yang tadi diberikan Raya sebelum upacara dimulai.
Lagi-lagi mata Libra membulat, kemudian cepat-cepat gadis itu merampas amplop yang belum Athira berikan padanya. "Ih kuno banget sih pakek surat-suratan segala!" gerutu Libra seraya memasukkan amplop itu ke dalam tasnya.
"Udah yuk ke kantin! Nggak mood gue!" ketusnya seraya menarik tangan Athira supaya ikut ke kantin bersamanya.
"Nggak mau di baca dulu nih?"
Libra menggeleng cepat dengan bibir yang bersungut kesal, "males banget!"
Athira terkekeh, aneh sekali dengan Libra. Tidak seperti perempuan biasanya yang akan langsung bersorak kegirangan ketika mendapati bahwa kekasihnya mengirimi surat, atau akan ada pipi yang bersemu merah ketika mengetahu hal itu. Bahkan Athira saja pastinya akan merasa senang apabila mendapat surat dari orang yang ia suka, terlebih dari pacar sendiri.
"Tapi Li, aku mau tanya," Athira menahan tangan Libra cepat-cepat, membuat Libra membalikkan badannya menghadap Athira. "Kak Raya itu, punya adik perempuan nggak?"
Libra lagi-lagi dibuat terdiam oleh pertanyaan Athira. Sementara Athira, gadis itu langsung menutup mulutnya karena sebenarnya dia tidak bermaksud menanyakan hal itu pada Libra.
"Kamu mau jadi adek-adekan nya, Tir?"
Buru-buru Athira menggelengkan kepalanya, takut kalau Libra langsung menyampaikannya pada Raya. Kemudian Raya langsung menyebarkannya pada anggota band nya. Maka habislah dia dengan ucapan sarkastik dari Fajar. Athira sudah bisa membayangkan hal buruk itu terjadi.
"Ih gak apa-apa tau, Tir."
Athira lagi-lagi menggeleng, "Ih nggak ah! Aku cuma nanya doang kok!"
Libra tersenyum jahil kemudian mencolek dagu Athira, "aku rasa dia juga butuh sosok adik perempuan kok, Tir."
"Lah kan ada kamu pacarnya!" tegas Athira seraya menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau kalau pertanyaan bodohnya itu menyebar kemana-mana.
"Beda, Tir!" Libra menghela nafasnya, "Kak Raya sebenernya punya adik perempuan, tapi dia nggak pernah ketemu sejak kecil. Dia bahkan nggak inget muka adiknya kayak gimana."
Setelah kalimat terakhir yang Libra ucapkan terdengar di telinganya, saat itu juga jantungnya seperti runtuh seketika. Jadi, Raya memiliki adik perempuan yang tidak pernah bertemu sejak kecil. Lalu dia lupa dengan wajah adiknya sendiri. Kenapa cerita ini persis seperti apa yang dialaminya selama ini.
Jadi, apa sebenarnya Raya itu adalah kakaknya yang hilang?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Immaculate [SELESAI]
Teen FictionIni menceritakan tentang seorang laki-laki yang kehilangan penglihatannya karena sebuah kecelakaan, tentang seorang gadis yang masih saja berusaha mencari kakaknya yang hilang sepuluh tahun yang lalu, juga tentang seorang pria yang telah dibenci kek...