Senja Keenam

119 17 0
                                    


Raden Soeryo  mencoba menakar, sedalam apa campur tangan ayah Juliana dalam kasusnya. Raden Soeryo khawatir, ada balas budi yang harus ia siapkan di kemudian hari karena ia tidak mengenal secara pribadi penguasa persekolahan di tanah Hindia ini. Sungguh ajaib Willem van Bart bersedia membantunya.

“Saya kira cukup jaminan dari Tuan, masalah saya bisa selesai, Tuan. Mengapa harus melibatkan Tuan van Bart?” Raden Soeryo tak sanggup menyimpan kekhawatirannya sendiri.

Empat tahun menuntut ilmu di Kawedri, ia cukup dekat dengan Tiebout van Royen. Lelaki berusia empat puluhan tahun inilah yang pertama kali menyambutnya dengan ramah di tempat yang asing ini. Nilai-nilai fisikanya yang memuaskan semakin mendekatkan ia dengan Tuan van Royen.

Tuan van Royen melepas kaca matanya. “Ik juga tidak tahu dari mana Tuan van Bart tahu masalah jij. Ik sudah meminta Nyonya Emily de Haan untuk membantu menjadi penjamin jij Ik rasa jaminan dari dua orang sudah cukup. Rupanya Tuan van Bart juga turun tangan. Ik pikir itu akan sangat membantumu.”

Emily de Haan adalah guru aljabar di Kawedri, orang kedua yang menerima pribumi dengan tangan terbuka. Suami Nyonya Emily seorang makelar kopi sekaligus juga pewarta di Harian Bataviaasch Nieuwsblad. Ali mengenal suami Nyonya Emily dengan baik. Tiga kali Raden Soeryo ikut menghadiri jamuan makan malam di rumah Nyonya Emily. Bukan sebuah pesta besar, melainkan hanya makan malam yang dilanjutkan diskusi hingga larut malam. Makan malam yang hanya dihadiri sekitar sepuluh orang.

Raden Soeryo hanya menjadi pendengar sembari mencatat baik-baik diskusi-diskusi mereka, termasuk nama Ernest Douwes Dekker yang beberapa kali mereka sebut. Kabarnya Douwes Dekker cukup keras menentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda meski ia seorang indo Belanda dan bisa hidup nyaman dengan fasilitas setara yang didapatkan orang-orang Eropa. Diskusi-diskusi itu yang membuka pikiran Raden Soeryo jika sebagian kecil orang Belanda berpihak pada pribumi. Keluarga Nyonya Emily dan Tuan van Royen di antaranya.

“Ta-tapi, Tuan ….”

Tuan van Royen tersenyum bijak. “Sudah, tidak perlu jij pikirkan soal itu. Yang penting jij masih bisa melanjutkan sekolah. Semoga Dr. van Leeuwen benar-benar memberikan keputusan yang adil sesuai janjinya.” Lelaki bertubuh jangkung itu mencoba menghapus kekhawatiran yang bergelayut di hati Raden Soeryo.

Tuan van Royen menahan Raden Soeryo yang hendak pamit. Ia meminta Raden Soeryo membersihkan ruang laboratorium yang terletak di depan ruang kerjanya dan menata beberapa peralata serta bahan yang baru saja tiba.

Raden Soeryo membersihkan ruangan dengan telaten. Ia menata alat-alat yang baru tiba di dalam almari kaca yang berada di dinding sebelah kiri dan memberi keterangan di setiap alat tersebut. Bahan-bahan kimia dalam botol-botol kaca ia letakkan di sebuah almari kaca di dinding sebelah kanan.

Ia mengambil beberapa botol kaca yang kosong dari meja kemudian mencuci dan mengeringkannya. Raden Soeryo menata botol-botol kaca yang sudah kering ke dalam almari kaca yang terletak di samping almari penyimpan bahan. Laboratorium ini memang untuk pelajaran fisika dan kimia.

Tanpa dijelaskan, Raden Soeryo sudah cukup mengerti tugasnya karena Tuan van Royen memang sering memintanya untuk membantu mengurus laboratorium yang menjadi ruang kerja kedua bagi Tuan van Royen.

Guru kimia di Kawedri-Tuan Adriaan van der Lijn-meski bukan orang yang cukup terbuka dengan pribumi tidak keberatan dengan keputusan Tuan van Royen mempekerjakan Raden Soeryo di lab mereka.

“Soeryo, kembalilah ke sini setelah makan siang. Ik butuh bantuan jij.”

Raden Soeryo berjengit mendengar suara Tuan van Royen yang tiba-tiba mengisi ruang laboratorium. Ia memalingkan wajah kemudian mengangguk sopan. Usai jam makan siang, ia kembali menemui Tuan van Royen di ruang kerjanya. Rupanya guru fisikanya itu meminta bantuannya untuk mengawasi siswa yang mendapat hukuman karena ia ada keperluan lain.

Senja di Batavia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang