Senja Kedua Belas

88 15 2
                                    


Raden Soeryo menutup toko di Passer Baroe tepat ketika waktu salat Asar tiba. Sore itu ia berjanji akan datang ke rumah Albert untuk meneruskan pembicaraan tempo hari di kedai Nam Sin. Ia telah selesai membaca buku Marx dan membuat catatan-catatan penting tentang isi buku itu juga ketidaksetujuannya dengan beberapa tulisan Marx.

“Tidak ada gunanya membaca tanpa menulis, Soeryo,” ujar Albert suatu hari saat Raden Soeryo mengatakan jika ia sudah selesai membaca tanpa membuat catatan tentang buku yang dibacanya.

Ucapan Albert senada dengan Ali. Sepupunya itu berkali-kali memintanya membuat catatan tentang buku-buku yang sudah selesai dibaca, tetapi ia selalu mengabaikan. Raden Soeryo tidak pernah bercita-cita menjadi pewarta apalagi menulis. Ia ingin seperti Haji Said, punya perdagangan yang maju dan bisa membantu banyak orang dengan uangnya.

Rencana pertemuan sore ini seperti magnet bagi Raden Soeryo sehingga ia mengayuh sepeda cepat-cepat seolah ingin segera menumpahkan tumpukan pemikiran yang bersemayam di rongga kepala.

Kayuhan sepeda Raden Soeryo terhenti di depan halaman rumah Albert. Ia mengurungkan niat untuk memasuki halaman ketika melihat sebuah kereta kuda dengan roda-roda berwarna putih berada di sana. Ia mundur beberapa langkah, menyembunyikan tubuh di balik pepohonan. Tubuhnya cukup tersembunyi meski ia masih bisa melihat ke arah rumah Nyonya Emily.

Matanya memicing saat bayang seorang gadis yang begitu dikenalnya keluar dari rumah berdinding separuh batu dan separuh tembok itu. Ia melihat Albert menyusul keluar lalu berjalan bersisihan dengan Juliana. Albert mencium tangan Juliana lalu membantu gadis pirang itu naik ke atas kereta. Pemandangan yang cukup membuat dada Raden Soeryo bergemuruh dan memilih untuk mengurungkan niat masuk ke halaman dan berbalik pulang sebelum Albert menyadari kehadirannya.

Raden Soeryo menghentikan kayuhan sepedanya ketika kereta Juliana menyusulnya. Gadis dengan rambut dikepang itu turun dari kereta dan membonceng begitu saja tanpa permisi membuat Raden Soeryo gugup setengah mati. Otaknya memintanya untuk menolak, tetapi hatinya takbisa mengelak dari gejolak rasa rindu yang bergelayut sehingga ia membiarkan Juliana berada di belakangnya lalu kembali menggerakkan pedal sepeda.

“Parmin, kamu jalan pelan-pelan. Ingat, jangan bilang pappie.” Wajah Juliana terlihat galak. “Nanti aku tambah gulden buat kamu,” lanjutnya disambut senyum semringah Parmin. Lelaki itu pun menghela kereta mengikuti gerak sepeda.

“Kenapa kamu ada di dekat rumah Si Galak Emily?” Juliana menepuk bahu Raden Soeryo.

Raden Soeryo menggeleng. Sebutan Si Galak pada Nyonya Emily sebenarnya tidak tepat. Perempuan berwajah tenang itu guru yang baik dan perhatian kepada murid-muridnya. Ia tak segan mengulang berkali-kali penjelasan sampai wajah-wajah bingung di kelasnya berubah menjadi kilau kepahaman. Namun, Juliana memang sering bernasib sial di kelas aljabar. Berkali-kali guru aljabarnya itu menghukum Juliana karena alpha mengerjakan tugas bahkan terang-terangan menunjukkan sikap tidak berminat pada pelajaran aljabar sehingga membuat Nyonya Emily geram.

“Saya ada janji dengan Meneer Albert.”

Juliana menautkan alis. “Tapi arah sepedamu tadi tidak ke rumah Albert. Kenapa tidak jadi ke sana?”

Raden Soeryo bergeming. Ia tak mungkin berkata jujur. “Kenapa Anda bisa ada di rumah Nyonya Emily?” Akhirnya justru pertanyaan itu yang keluar dari mulutnya.

Juliana mendengkus. “Semua ini gara-gara Si Mulut Besar Hansen. Dia mengadu pada Mammie kalau kita sering belajar di perpustakaan.”

Raden Soeryo tersenyum. Ia bisa membayangkan wajah Juliana yang bersungut-sungut. Menggemaskan.

“Mammie marah dan mengirimku belajar pada Si Galak Emily.”

Raden Soeryo membelokkan sepeda ke jalan Noordwijk yang sepi menjelang petang. Juliana melingkarkan tangannya ke pinggang Raden Soeryo, membuat jantungnya nyaris terlompat. Mendadak ia merasa sepanjang jalan Noordwijk begitu indah. Bahkan Sungai Ciliwung di matanya tampak berkilau.

Senja di Batavia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang