[ SERGIO - 28 ]

19.1K 1.1K 377
                                    

Sergio membuka perlahan pintu utama rumah kediamannya. Obsidiannya langsung disambut pemandangan mengerikan berupa sosok Ferdinan yang duduk di sofa dengan kaki terangkat ke meja.

“Hai, brother,” sapa Ferdinan meneguk orange juice yang disediakan salah satu pelayan.

Long time no see. How are you?

Sergio menendang kaki meja sampai terbalik. Gelas yang berisi minuman Ferdinan pecah, begitupun dengan vas bunga kecil yang ada di atas meja.

“Pergi lo!” usir Sergio menahan luapan amarahnya. Penampilannya terlihat semakin berantakan. Dari kening hingga pelipis, keringat mengalir sampai bermuara di lengan kemeja yang Sergio kenakan.

Ferdinan mengangkat bahu, outfit yang ia kenakan masih sama. Hoodie abu-abu juga celana jeans hitam.

“Diusir ternyata,” gumam Ferdinan seraya terkekeh. “Bentar, ya, Bang. Gue mau jenguk simpanan lo dulu.”

Semakin berang, Sergio melempar tas kerjanya yang berisi laptop dengan dokumen penting di dalamnya kearah Ferdinan.

“Pergi,” desis Sergio dengan seringainya yang menyeramkan dimata orang lain, kecuali Ferdinan tentu saja. “Atau—”

“Atau apa?” tantang Ferdinan mulai berani. Matanya berkilat tajam, dengan sekali gerakan ia membogem mentah bagian pipi Sergio.

“Buat lo yang udah berani ngeduain cewek gue, anjing,” teriak Ferdian keras. Sergio tak meringis kesakitan, justru tertawa remeh menatap datar Ferdinan.

“Cewek lo yang mana?” tanya Sergio dengan alis terangkat. Senyuman merendahkan tersungging di bibirnya.

Ferdinan menggeram tak suka, ia memberikan kepalan tangannya lagi di wajah Sergio.

BUGH!

“Grace cewek gue, berengsek. Lo nggak pantes sama dia.”

Sergio mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah, lantas tertawa sumbang mendengar omong kosong Ferdinan.

“Jadi lo pikir, siapa yang pantes jadi cowok pacar gue?” ucap Sergio menekankan kata 'pacar' membuat emosi Ferdinan kian tersulut.

“Gue! Gue yang pantes jadi cowoknya Grace. Lo berengsek, lo ngeduain dia. Lo nggak pantes sama dia!”

“Grace, kan, cewek gue. Pacar gue. Cintanya juga sama gue. Kalo udah gitu, lo bisa apa, adik manis?”

***

Ferdinan mengacak rambutnya frustrasi. Ia mengerang di dalam kamar apartment-nya. Seluruh benda yang ada di sekitarnya sudah hancur, berserakan di lantai marmer yang dingin.

Sejak bertemu dengan sosok gadis manis dengan iris hitam bersinarnya, Ferdinan selalu uring-uringan setiap hari.

Grace— gadis itu membuat dirinya terbang melayang hanya dengan seulas senyuman.

Pertemuan keduanya memang tidak terkesan baik, Ferdinan seolah sama sekali tidak tertarik dengan Grace. Padahal, ketertarikan Ferdinan pada Grace sudah mencapai batas maksimum.

“Gracera Angeline,” Ferdinan menyugar rambutnya menggunakan sela-sela jari. “Gue bisa dapetin lo, Grace.”

Ferdinan mengakuinya. Jatuh cinta.

Setelah menjatuhkan tubuh atletisnya di atas ranjang, Ferdinan tersenyum bak orang gila. Membayangkan betapa bahagianya jika ia bisa mendapatkan Grace.

SERGIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang