Udara sore ini tampak mendung, langit menggelap dan suhu lebih dingin. Beberapa pejalan kaki berjalan menggenggam payung melewati trotoar.
Sebagian siswa-siswi SMA Cendrawasih masih berada di sekolah. Menunggu jemputan dan hujan reda. Beberapa dari mereka tampak memeluk diri sendiri.
Sepanjang koridor gedung barat di ramaikan oleh siswa yang masih singgah. Percikan air tak membuat mereka masuk kembali kedalam kelas dan menunggu disana.
“Sayang!”
Grace menoleh, menatap Sergio yang berjalan kearahnya membawa sebuah payung di tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegang ransel yang disampirkan di bahu kanan.
Gadis itu tersenyum tipis, baru kemarin ia dan Sergio bertengkar. Nyatanya, sekarang Sergio datang kepadanya. Pemuda itu bersikap seolah-olah semuanya tak pernah terjadi. Memang, seperti itu Sergio.
“Pulang?” tawarnya sembari mengulurkan tangan. Melirik sekilas kearah Kinanti yang masih bergosip dengan Puput.
Tiga gadis itu duduk di bangku panjang yang berada di depan kelas IPS. Grace mengangguk, lalu menatap Kinanti dan Puput bergantian.
“Kin, Put gue balik duluan, ya,” pamitnya setelah berdiri menerima uluran tangan Sergio. Kinanti dan Puput mendongak, lalu berpandangan.
“Boleh, bokap juga bentar lagi jemput,” balas Kinanti, mengecek pergelangan tangannya sekilas. Puput juga tampak mengangguk.
“Vero juga bentar lagi ke sini,” timpal Puput, malu-malu. Vero, kekasihnya itu pasti sudah beranjak dari ruang OSIS. Walaupun Vero tak menghubunginya, namun Sergio adalah jawabannya.
“Yaudah, gue balik dulu. Yuk!”
Sergio menggenggam tangan Grace erat setelah gadisnya itu berpamitan dengan teman-temannya.
“Hati-hati!” teriak Kinanti dan Puput, bebarengan. Grace mengangguk dan mengacungkan jempol keatas. Lalu, mengikuti langkah Sergio untuk menerobos hujan menggunakan payung transparan kecil.
“Kok sebentar rapatnya?” tanya Grace ditengah ia berlari kecil bersama Sergio yang memeluknya erat. Hujan tidak terlalu deras, namun tetap saja membuat seragam basah.
Akhirnya, mereka berhasil menerobos hujan. Di parkiran, mereka tak menemukan satu orang pun. Tetapi di seberang sana masih banyak siswa yang menunggu hujan reda.
“Cuma bahas uang kas,” jawab Sergio, singkat.
Pemuda itu mengambil jaketnya yang tertinggal di dalam mobil dan memakaikannya di tubuh Grace. Kedua telapak tangannya menggosok satu sama lain. Lalu menangkupkannya di kedua pipi Grace.
Bermaksud menghangatkan gadis itu. Seragamnya sedikit basah, tapi tak apa. Asalkan bukan Grace yang terkena air hujan.
“Pulang, yuk!”
Grace menggenggam jemari Sergio yang berada di pipinya. Sergio mengangguk dan menepuk pelan puncak kepala Grace. Ia lebih dulu membukakan pintu samping kemudi dan menyuruh Grace untuk segera masuk.
Keduanya tidak ada yang membuka suara selama perjalanan. Grace tampak memejamkan mata, lelah.
***
“Masuk dulu,” tawar Grace setelah mereka sampai di pekarangan rumah. Hujan sudah reda, namun hawa dingin masih terasa.
Sergio mengangguk, lalu keluar bersamaan dengan Grace. Mereka berjalan beriringan dengan Sergio yang merangkul bahu gadis itu. Takut Grace kedinginan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERGIO
Ficção Adolescente[ ENDING ] Namanya Sergio Rejandra. Pemuda yang amat sangat mencintai sosok Gracera Angeline dalam hidupnya. Rasa cintanya yang besar, semakin membuatnya jatuh terobsesi untuk memiliki gadis itu sepenuhnya. Grace sendiri pun tak tau, hidup menjadi k...