Suasana kantin outdoor SMA Cendrawasih tampak begitu ramai. Gedung itu berada di sayap kiri sekolah. Tepatnya, kantin terletak di lantai dua gedung timur.
Kantin ini tidak memilik dinding pembatas, dengan atap transparan yang bisa dengan jelas melihat birunya langit di siang hari terik seperti ini. Namun, bahan material yang berkualitas menjadikan sinar matahari tidak menembus atap transparan.
Suasana tampak panas. Berbagai pot gantung berjejer rapi di setiap sisinya. Di sana, para penjual bisa langsung melayani pembelinya di gedung ini.
Beberapa siswa tampak mengipasi wajahnya dengan tangan ataupun buku tipis, termasuk Zaydan. Pemuda itu duduk di meja kantin. Bersama dengan Sergio, Reino, Grace, dan Kinanti.
Ya, mereka satu meja.
Suasana yang berdesak-desakan membuat udara menjadi panas. Angin berhembus pelan namun tidak terasa bagi Zaydan yang sudah berkeringat.
“Woi anjir, panas banget,” keluhnya, tangannya terulur hendak meminjam kipas elektrik milik Kinanti. Namun gadis itu menjauhkannya dari Zaydan yang berdecak kesal.
“Makanya, duduk yang bener,” sahut Reino, sekarang pemuda berambut hitam pekat itu tengah memakan bakso yang dipesannya. Sesekali melirik kearah Sergio dan Grace yang tengah bermesraan.
“Nggak.”
Itu suara dingin Sergio, ia menggeleng tegas. Menolak permohonan yang gadisnya layangkan. Lihat saja, wajah Grace memerah kesal.
“Please, kali ini aja kamu izinin aku.”
Grace batu, ia tetap memohon kepada Sergio yang sudah pasti menolak mentah-mentah keinginannya.
Zaydan, Reino, dan Kinanti tak ingin ikut campur. Mereka bertiga lebih memilih melanjutkan kegiatannya. Kinanti yang bermain ponsel, mencari bahan gosip hari ini. Zaydan yang sekarang masih mengipasi wajahnya dengan sesekali bersiul menggoda siswi cantik. Dan Reino yang memakan lahap bakso miliknya.
“Kalau aku bilang enggak ya enggak, Grace!” desis Sergio, pemuda itu menggebrak meja keras. Mampu mengalihkan atensi beberapa siswa-siswi yang nampak penasaran.
Grace menunduk takut, kilatan amarah di mata Sergio benar-benar mengerikan. Ditambah, tangan kekasihnya itu terkepal di atas meja.
“Sabar,” gumam Reino, ia memilih tak peduli. Sama seperti Kinanti dan Zaydan yang sudah terbiasa melihat pertengkaran kecil ini.
“Iya,” cicit Grace, ia menunduk dalam. Tak berani melihat mata tajam itu lebih lama lagi. Sergio memang benar-benar keras kepala.
“Pulang sekolah, kamu sama aku!” titahnya tak terbantahkan. Grace hanya mengangguk cepat. Takut, Sergio mengamuk bila dibantah.
“Bagus,” gumam Sergio puas akan respons Grace, ia melemparkan pandangannya ke beberapa siswi yang tampak mencuri pandang kearahnya. Lalu, memelototinya tajam.
“Woi, Bang!” Teriakan itu berasal dari gerombolan siswa paling nakal SMA Cendrawasih. Di sana, ada Arion yang hanya menatap kakaknya intens.
Mereka berjalan mendekati meja seniornya yang paling populer itu. Salah satu dari mereka, tampak berlari kecil menuju ke Zaydan yang masih menggoda beberapa siswi.
“Mata kadal,” gumam Reino, pedas. Ia melirik sinis pada Haykal— adik kelasnya yang tampak bergabung bersama Zaydan menggoda siswi yang melintasi meja mereka.
“Iri? Bilang bos!” teriak Haykal, pemuda berambut ikal itu mengerling jahil pada Reino yang melotot geram. Ia kembali menggoda siswi yang menurutnya cantik.
“Ngapain kalian ke sini?” sinis Sergio, ia mendesis pada tiga orang siswa yang mengganggu emosinya. Ditambah, Grace juga tengah berbicara dengan Arion.
“Yaelah Bang, sinis amat,” sembur Gevan, ia hendak merangkul Kinanti. Namun Kinanti segera menepisnya kasar. Gadis itu tersenyum mengejek.
“Nggak boleh sama Gio,” ucap Grace, gadis itu mendongak menatap Arion yang berdiri menjulang di hadapannya. Tampak, pemuda dengan kemeja sekolah dikeluarkan itu menghela napas.
“Nggak papa, deh,” gumam Arion, ia menepuk pelan bahu kakak perempuannya. Memberi kekuatan untuk terus bersabar menghadapi sikap dan sifat Sergio.
Sergio hanya mengedikan bahu acuh, ia menggenggam erat telapak tangan Grace di atas meja. Membiarkan Gevan terus mengganggu Kinanti, Haykal dan Zaydan yang menggoda beberapa gadis.
Sementara Reino, ia menatap iba pada Grace. Ia tau apa yang dialami gadis itu tidak lah mudah. Hidup berdua dengan biaya yang semakin banyak menjadi permasalahannya.
Tadi, Grace meminta izin kepada Sergio untuk bekerja paruh waktu di cafe dekat sekolah. Namun Sergio tetaplah Sergio, pemuda keras kepala yang apapun keinginannya harus terpenuhi.
Grace sendiri tak mau menerima uang dari Sergio. Tidak enak, katanya.
Entahlah, Reino juga bingung harus berbuat apa. Sedari kecil, ia sudah berteman dengan Sergio. Tetapi ia belum juga bisa mengerti jalan pikiran pemuda beringas itu.
“Grace, balik yuk!” ajak Kinanti malas. Gadis itu beranjak berdiri, menghampiri Grace yang tengah berpamitan dengan Sergio dan lainnya.
“Duluan ya,” pamit Grace setelah Sergio mengizinkannya kembali ke kelas. Pemuda itu sebenarnya tidak rela. Namun, apalah daya jika ada guru yang berpatroli. Ia takut, gadisnya terkena hukuman.
“Lah, kok balik sih Kak Grace, Kak Kinan?” teriak Haykal mendengkus keras. Seharusnya, tadi ikut berbincang dengan kakak sahabatnya itu. Lain kali saja, pikirnya.
“Mampus,” gumam Reino, ia mengelap sudut bibirnya menggunakan sapu tangan. Sangat elegan.
Haykal mendelik kesal, kemudian beranjak menyeret Arion dan Gevan yang tengah menikmati makanan milik Zaydan.
“Duluan, Bang!” teriak ketiganya. Pasti bolos lagi.
“Ayo balik, satu menit lagi—”
Belum sempat Reino melanjutkan kalimatnya, bel tanda berakhirnya waktu istirahat sudah berbunyi nyaring. Ketiga pemuda tampan itu kembali menuju ruang kelas mereka. Namun, di tengah jalan Zaydan bergabung bersama Arion, Haykal dan Gevan yang hendak membolos.
•••
![](https://img.wattpad.com/cover/245993860-288-k763322.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SERGIO
Teen Fiction[ ENDING ] Namanya Sergio Rejandra. Pemuda yang amat sangat mencintai sosok Gracera Angeline dalam hidupnya. Rasa cintanya yang besar, semakin membuatnya jatuh terobsesi untuk memiliki gadis itu sepenuhnya. Grace sendiri pun tak tau, hidup menjadi k...