Bibir itu tak berhenti berdecak sebal. Geram, Grace menggebrak meja di depannya. Beberapa siswa mengalihkan atensi mereka kearah gadis kesayangan Sergio itu. “Bisa diem enggak, sih?” sentaknya galak.
Kinanti mendelik tak suka, ia mencerca Ghani yang menjulurkan lidah mengejek. “Dia gangguin gue terus, Grace.”
Ghani melotot tak terima. “Enak aja lo kalo nyeplos. Lo yang gangguin gue dari tadi.”
Grace memijit pelipisnya, kedongkolannya semakin menjadi-jadi saat Kinanti dan Ghani kembali beradu pendapat.
“Ghani!” Grace memelototi Ghani dengan garang. Pemuda berambut ikal itu bergidik ngeri.
“Iya-iya, maaf.”
Senyum kemenangan hadir di bibir Kinanti. Ia membalas Ghani dengan menjulurkan lidah.
“Mampus,” ejeknya tanpa suara. Ghani membuang muka, takut jika bibirnya kembali meladeni Kinanti. Bisa-bisa ia di amuk pawangnya Grace. Membayangkannya saja, membuatnya bergidik ngeri.
“Lo juga, Kinan. Jangan pancing Ghani kalo nggak mau diganggu.”
Grace kembali melanjutkan kegiatan menulisnya yang sempat tertunda. Dari tadi, Kinanti dan Ghani terus saja memekik tak terima. Padahal ia tengah mengerjakan latihan soal ujian kelulusannya.
“Bukan gue Grace, dia yang mulai duluan,” sanggah Kinanti. Gadis berambut pirang itu memutar tubuhnya menghadap jendela. Memperhatikan beberapa siswa berlalu-lalang di sepanjang koridor.
“Capek banget gue, anjir.”
Kinanti kembali mendudukan tubuhnya di kursi yang menempel pada dinding. Tangannya mengibaskan buku tipis yang menjadi kipasnya hari ini.
“Kipas pake rusak segala lagi. Nyusahin aja,” gumamnya sembari menilik kipas elektriknya yang tergeletak malang di samping kotak pensil.
“Gue juga capek,” balas Grace, ia merenggangkan otot tubuhnya.
“Nggak ada akhlak tuh guru,”
“Gue kan cewek feminin, main basket bukan skill gue.” Kinanti menggerutu sambil mengipasi wajahnya yang sudah kusam.
Grace mengembuskan napas malas. Bukan lebay, memang badannya seakan remuk setelah jam pelajaran olahraga dengan materi bola basket tadi. Ditambah lagi, ia begitu meminati cabang olahraga satu itu.
Keterbalikan dari Kinanti yang tak menyukai olahraga, Grace lebih senang mempelajari hal-hal berbau kesehatan.
“Cowok lo lewat tuh,” Kinanti menunjuk kearah koridor di depan kelasnya yang tengah dilewati beberapa siswa-siswi. Disana, Sergio dengan santainya berjalan dengan ransel yang masih menggantung di pundak kanannya.
“Ck, gue lagi males.” Grace berdecak sebal, ia menatap Sergio dari balik jendela. Tentu saja ia masih kesal dengan kejadian kemarin.
“Astaga.” Kinanti mengudap dada, terkejut saat Sergio menolehkan wajah dan menatapnya tajam. Grace menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan, tak ingin Sergio melihat wajah masamnya hari ini.
“Cowok lo emang nyeremin, Grace.”
Jelas Grace mengangguk. Membenarkan asumsi yang Kinanti lontarkan. Kinanti tampak menghela napas lega setelah Sergio hilang dari pandangannya.
“Jam segini baru berangkat. Nggak dihukum emang?” tanya Kinanti. Gadis itu melirik sinis kearah Ghani yang tengah mengobrol dengan Puput.
“Nggak tau.” Grace mengangkat bahu acuh. Sungguh, bukan itu yang dipikirkannya saat ini. Tetapi, wajah Sergio yang terlihat tak bersahabat saat tadi ia menatapnya sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERGIO
Teen Fiction[ ENDING ] Namanya Sergio Rejandra. Pemuda yang amat sangat mencintai sosok Gracera Angeline dalam hidupnya. Rasa cintanya yang besar, semakin membuatnya jatuh terobsesi untuk memiliki gadis itu sepenuhnya. Grace sendiri pun tak tau, hidup menjadi k...