[ SERGIO - 31 ]

20.2K 1.4K 172
                                    

Keesokan harinya, Grace bersiap untuk berangkat ke sekolah. Tidak ada alasan lain selain ingin meminta penjelasan lebih dari Sergio.

Meskipun berangkat dengan mata sembab yang membengkak, orang-orang tak berani bertanya lebih pada gadis itu.

“Lo nggak papa, kan, Grace?” tanya Kinanti mengusap lembut bahu sahabatnya.

“Gue nggak apa-apa.” Grace tersenyum tipis dan melanjutkan langkahnya melewati koridor.

“Gue yakin seribu satu persen, si Gio nggak mungkin ngeduain elo. Secara kan, dia bucin akut sama lo,” kata Kinanti menyemangati. Ia terkekeh kecil.

“Iya.” Grace menatap lurus ujung koridor, tau kalau ada sepasang mata tajam yang sedari tadi menatapnya dari lantai dua sekolah.

Sampai di depan toilet perempuan yang ada di lantai satu, Kinanti lekas memasuki salah satu bilik kamar mandi, meninggalkan Grace di luar menunggunya.

“Jangan! Jangan percaya, itu editan.” Grace mengusap satu bulir air mata yang jatuh mengenai pipinya. Ia memasukkan ponsel ke dalam saku seragam setelah menghapus sebuah foto yang baru saja dikirim oleh nomor tak dikenal.

“Sayang?”

DEG!

Tubuh Grace membeku mendengar panggilan dari seseorang di sampingnya. Jantungnya berdetak kuat saat wangi maskulin menyeruak memenuhi indera penciumannya.

“Mata kamu kenapa?” Sergio mendekati sang pujaan hati dengan mimik wajah khawatir. Tak disangka, Grace menepis pelan tangannya yang mengambang.

“Nggak.” Grace menyandarkan tubuhnya di dinding dekat pintu masuk. Obsidiannya berputar menatap suasana sekolah.

Gadis itu menghembuskan napas pelan sebelum menatap penuh ke arah Sergio yang mengernyit tak suka atas jawabannya.

”Pulang sekolah, taman belakang. Aku tunggu, lima belas menit!” ucap Grace cepat.

“Kena—”

Cklek

Belum sempat Sergio menyelesaikan kalimat tanyanya, Grace sudah lebih dulu menarik lengan Kinanti yang baru saja keluar dari toilet dan berlari menjauhinya.

“Jangan lari-lari,” gumam Sergio sambil menggeram pelan melihat Grace dan Kinanti berlari kencang menuju koridor.

Tunggu, kenapa perasaan Sergio jadi tidak enak saat ini?

***

Grace melangkahkan kaki menuju taman belakang sekolah yang sekiranya sudah sepi. Menguatkan hati, dan menggenggam erat dua lembar foto bercetak polaroid yang Ferdinan beri semalam.

Di taman— tepatnya di kursi taman, sosok Sergio sudah duduk manis di sana. Pemuda itu bersedekap, menatap lurus Grace yang baru terlihat setelah sepuluh menit bel pulang berbunyi.

Sergio merentangkan tangan, siap menerima terjangan dari pelukan Grace. Namun, gadis itu hanya terdiam menatap kosong ke arahnya.

“Kenapa?” Sergio bergumam lirih. Masih bingung. Rasa takut kini mendominasi, ia tak tau apa yang sudah terjadi sampai gadisnya bersikap acuh seperti ini.

SERGIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang