[ SERGIO - 10 ]

30.6K 1.7K 22
                                    

Grace mengerjapkan kelopak matanya, sedikit menyipit saat silau lampu menyengat netranya. Ia meringis, pening di kepalanya tak kunjung mereda padahal sudah tiga jam lamanya ia terlelap.

“Bangun, Sayang?”

Itu pasti suara Sergio, pemuda itu menyeringai. Duduk di sofa pada sudut ruangan Grace. Tangan kanan Sergio yang bertumpu pada ujung sofa memutar ponsel, tampak santai.

“Pasti mikirin Zayn, iya, kan?” tanya Sergio. Grace terkejut, tentu saja. Tadi setelah Sergio memukul Zayn habis-habisan, ia juga menghancurkan seluruh perabotan rumah Grace.

Dan sekarang, pemuda itu dengan santainya duduk di sofa dengan senyum miring yang setia menghiasi wajahnya yang menawan. Tentu saja Grace meringkuk, mengingat kejadian beberapa jam lalu yang menurutnya benar-benar mengerikan.

Sergio, kekasihnya itu tanpa perasaan memukul Zayn sampai sekarat. Ia ingat, Zayn dibawa ke rumah sakit oleh tetangga sekitar. Tak ada yang curiga, sebab Sergio memanipulasi mereka. Mengatakan kalau Zayn habis dikeroyok preman di ujung gang.

Tidak masuk akal sebenarnya, namun Sergio dengan segala tipu muslihatnya berhasil meyakinkan tetangga sekitar hingga tak ada yang curiga kecuali Arion.

Sergio juga mengatakan, kalau Zayn berlari dari ujung gang sampai di rumah Grace dan terkapar di lantai setelah itu pingsan. Apa-apaan? Ini begitu tidak masuk akal untuk dimasukkan ke logika.

“Zayn udah sadar.” Sergio menaikan alis, bibirnya berganti mencebik tak mendapat respons Grace yang memejamkan mata. “Tapi, hidungnya retak. Gimana, tuh?”

Grace membuka mata terkejut. Ia khawatir dengan keadaan Zayn saat ini. “Re-retak?” tanyanya tak yakin. Sergio mengangguk, membuatnya menghela napas panjang.

“Iya, retak. Kamu ... nggak mau jenguk?” tawar Sergio, bibirnya tersenyum santai. Namun tidak dengan matanya yang menunjukan peringatan dan sisa-sisa kemarahan tadi.

Grace mengangguk, ingin sekali menjenguk Zayn. Senyum miris hadir di bibirnya setelah Sergio mengucapkan sesuatu. “Tapi, kalo kamu jenguk dia aku sama siapa dong? Oh, gimana kalo Zayn mati sekalian? Boleh tuh, ide bagus, kan aku nggak jadi sendirian.”

Pemuda itu benar-benar gila, ia berucap dengan mata berbinar senang. Meski hanya sebuah ucapan, namun itu sedikit menyeramkan bila diucapkan oleh seseorang seperti Sergio.

Grace menggeleng, tak mengenal sisi mengerikan Sergio saat ini. “Kamu bukan Sergio,” gumamnya.

Come on, babe. Aku Sergio, Sergio yang mencintaimu, Sergio yang menyayangimu, Sergio yang akan selalu ada untukmu, Sergio yang begitu ingin memilikimu.”

Ada sorot serakah saat Sergio mengucapkan kalimat panjang itu. “Dan aku Sergio, Sergio milikmu, kekasihmu, dan cintamu,” lanjutnya diiringi seringai. Grace meneguk ludah, merasa takut melihat sisi monster Sergio.

“Aku udah pernah bilang, kan? Kalo aku nggak pernah berubah, kamu aja yang nggak sadar.”

Grace menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Otaknya benar-benar sudah buntu memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Padahal, lusa ia sudah mulai bekerja paruh waktu di Berlian's Cafe.

Dulu, saat awal ia dan Sergio menjalin hubungan, pemuda itu tampak manis. Tahun berikutnya, Sergio berubah. Kasar dan egois. Bahkan, Sergio hampir membunuhnya saat ia dan Zayn menghabiskan waktu bersama seharian. Beberapa bulan terakhir, Sergio kembali bersikap manis kepadanya, namun kemarin adalah puncaknya saat ia pergi tanpa meminta izin terlebih dahulu.

SERGIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang