[ SERGIO - 24 ]

19.8K 1.2K 39
                                    

Puput menengadahkan telapak tangannya ke arah Sergio yang berdiri menjulang di hadapannya. Pemuda itu menaikan alis tak mengerti.

“Mana kuncinya, anjir,” ucap Puput gemas. Kinanti memelototi Zaydan yang dengan berani menggoda dirinya di depan Ghani.

“Oh.” Sergio merogoh saku celana abu-abunya. Ia memberikan benda berbandul itu kepada Puput tanpa minat.

“Udah nggak waras banget lo, Yo. Ngunci cewek sendiri di UKS. Nggak masuk akal sih sebenernya,” cerocos Puput heran. Apa Sergio tidak ditegur oleh petugas kesehatan sekolah?

Sergio hanya mengedikan bahu acuh, lalu pergi beranjak dari kantin yang mulai sepi ini.

“Apa lo liat-liat? Mau gue rujak lo?” sembur Kinanti saat Zaydan tak henti meliriknya penuh ketertarikan.

“Gila, cewek lo galak bener Ghan,” ucap Reino seraya menepuk bahu lemas Ghani. Pemuda berlidah tajam itu ikut beranjak mengikuti Sergio yang sudah tak terlihat dari arah pandang matanya.

Kinanti hendak mengejar Reino, namun urung saat Puput menariknya kuat hingga ia terpaksa melangkah menjauhi Ghani dan Zaydan yang tercengang.

“Gue punya dendam sama lo, Dan.”

***

“Gracera!” pekik Kinanti saat ia memasuki sebuah ruangan serba putih dengan AC yang langsung menyegarkan tubuhnya.

Puput menoyor kepala teman dekatnya itu pelan, “Jangan teriak-teriak, ogeb. Kalo Grace masih tidur lo bisa diamuk pawangnya.”

Oke, Kinanti mengangguk paham. Ia membalikan tubuhnya dan kembali mengunci pintu UKS.

“Mana nih sahabat gue yang cantik jelita,” ucap Kinanti seraya mengedarkan obsidian legamnya.

Puput menepuk dahinya pelan, merasa sia-sia sudah menegur Kinanti dan mulut toa-nya.

“Kinan? Lo di sini?”

Hampir saja, Kinanti berteriak saat mendengar seseorang menyebut namanya dari ujung ruang sepi ini.

Segera saja ia dan Puput berlari kecil menuju sumber suara yang diyakini adalah suara Grace— suara yang mampu membuat Sergio sampai tergila-gila dengan gadis itu.

Dan benar saja, setelah Kinanti membuka tirai berwarna hijau tampaklah seorang gadis yang tengah terbaring di atas brankar.

“Lo udah bangun dari tad— loh kok lemes banget, Grace. Lo pusing atau gimana?” tanya Kinanti khawatir. Puput pun juga tampak cemas dengan keadaan Grace.

Grace dengan wajah pucatnya menggeleng. Sungguh, hanya pusing yang dirasakannya.” Gue nggak apa-apa,” tandasnya.

Ck. Makan, ya.” Kinanti melirik kearah meja yang terletak di samping lemari obat. Di sana, banyak makanan tersedia.

Puput dengan hati-hati menyentuh dahi Grace menggunakan punggung tangannya. Wow, panas.

“Panas banget lo. Kinan, ambilin makanannya. Biar gue yang siapin obatnya!” titah Puput yang langsung disanggupi Kinanti.

SERGIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang