[ SERGIO - 44 ]

17.5K 1.3K 147
                                    

Pagi hari yang mendung. Awan gelap membuat suasana pagi itu terasa dingin. Tetes-tetes air hujan sisa semalam turut membuat suasana di kelas kian dramatis.

Grace membuka hoodie berwarna baby pink nya yang dibelikan Sergio di dalam kelas. Kinanti duduk meringkuk, gadis itu sedang kedinginan meski sudah memakai jaket tebal.

“Gila parah, tangan gue gemeteran.” Kinanti meraih bolpoinnya, mencoba untuk menulis sesuatu di bukunya dengan tangan gemetar karena dingin.

“Tapi tulisan gue tetep seksoy, emang udah bakat kali ya,” celoteh Kinanti terkikik singkat.

Tulisan tangan Kinanti memang tak patut diragukan lagi kerapiannya. Kendati demikian, gadis itu tak berminat menerima tawaran menjadi sekretaris kelas.

“Grace, lo disuruh ke rooftop gedung B pas istirahat,” ucap Ghani di bangkunya. Pemuda itu memasukkan ponselnya ke saku dan menyengir lebar saat Kinanti dan Grace sama-sama menyorot ke arahnya.

“Cowok lo yang nyuruh. Katanya HP lo nggak aktif.”

Grace hanya mengangguk pelan. “Thanks.

“Sama-sama, Nona Angel,” sahut Ghani sambil berdiri dan menghampiri Kinanti. “Dingin banget, Yang?”

Kinanti mengangguk sambil melirik jam di dinding.

Pukul 06.43

Tujuh belas menit lagi bel masuk berbunyi. Kinanti mengeluh karena udara pagi ini terasa begitu dingin.

“Lo ngerasa dingin nggak, sih, Grace?” tanyanya pada Grace yang hanya diam melamun.

“Lumayan.” Grace mengangguk, lantas mendongak menatap Ghani yang berdiri di sebelah bangku Kinanti. “Sergio sering nge-chat lo?”

“Nggak, cuma sekali ini doang. Nomer gue juga udah diblok kayaknya,” kata Ghani melipat bibirnya.

“Gio emang nggak berubah.”

Kinanti membuang muka setelah mengucapkannya.

***

Istirahat. Grace melangkah mengundaki anak tangga menuju rooftop, tempat Sergio menunggunya.

Gadis itu membuka pintu yang menghubungkan anak tangga dengan ruangan terbuka itu dengan perasaan gusar.

“Lama banget, abis ngapain?”

Suara itu, suara Sergio. Grace meringis dalam hati, nada kekasihnya itu terkesan menyindir, namun tidak ada amarah sama sekali di dalamnya.

“Maaf.”

Sergio yang berdiri membelakangi Grace terkekeh. Pemuda itu membalikkan badan, lalu menyeringai geli.

“Sini,” ucapnya merentangkan tangan. “Sini, Sayang!”

Grace menggeleng. “Ini sekolah.”

“Jangan buat aku marah.” Sergio mengernyit tak suka. Ia mendekati Grace, mengecup pipi gadis kesayangannya itu lama sekali.

“Ada apa?” tanya Grace mendongak, sinar matahari yang begitu terik membuatnya harus mengernyit saat menatap Sergio.

“Reino.” Sergio memainkan lidahnya di dalam rongga mulut. Laki-laki itu sedikit merunduk, meraba wajah pujaan hatinya dengan penuh kehati-hatian.

“Reino kenapa?” tanya Grace menggeliat risi.

“Nggak apa-apa.”

Sergio membingkai sisi wajah Grace dengan kedua telapak tangannya yang lebar. “Kita seriusin hubungan ini, ya?”

SERGIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang