[ SERGIO - 45 ]

20K 1.3K 144
                                    

Sergio meraih bahu Grace, merapatkan tubuhnya dengan tubuh gadis itu dengan tangan kanan mengotak-atik laptop.

“Liat!” Sergio menunjuk layar laptopnya, memaksa Grace untuk melihat sebuah video berdurasi dua menit yang sedang berputar di layar.

Grace meremat tangannya yang saling bertaut. Matanya memicing menyimak video yang membuatnya super terkejut.

Di video itu, terlihat Amora yang membaringkan tubuh Sergio ke ranjang, lalu melepas pakaian yang dikenakan pemuda itu, dan ikut berbaring.

Hanya dua menit tiga detik, namun cukup membuat Sergio tersenyum puas. “Liat, aku nggak pernah ada niatan apa-apa sama Amora. Aku mabuk, dan itu karena kamu.”

Grace menatap Sergio lama. “Aku tetep nggak percaya. Itu video pendek, bukan keseluruhan. Lagipula, percaya atau enggaknya aku sama kamu, kamu bakal tetep kayak gini, kan?”

Of course,” balas Sergio sambil menyeringai. “Kita tunangan?”

“Nggak!” Grace menggeleng cepat. Gila saja bertunangan dengan Sergio dengan umur masih cukup belia. Bisa mati muda dirinya.

“Kenapa enggak?”

Sergio mempertajam penglihatannya. Menatap setiap detail wajah sang kekasih. “Bukannya dasar sebuah hubungan itu adalah kepercayaan?”

“Dan kamu, percaya sama foto sialan yang Ferdinan tunjukin,” tambah Sergio.

“Bukan cuma foto! Ada Amora yang bilang sendiri ke aku,” sanggah Grace mendengus kecil. Sebisa mungkin ia tak menatap wajah tampan Sergio yang kalau dilihat terus menerus jadi semakin tampan.

“Bohong! Amora itu ular, dia ngelakuin sama Ziko, tapi aku yang dijebak. Kamu nggak mikir sampe sana?” tukas Sergio tajam.

Grace menggulir matanya ke sana ke mari, gadis itu terlihat sangat resah dan gelisah. Satu menit tak ada jawaban, Sergio meraih dagu Grace, memaksa gadis itu untuk menatapnya.

“Kamu tau? Ferdinan itu adik tiriku, tiri! Dia cuma terobsesi sama kamu, bukan cuma kamu, semua yang aku miliki pasti bikin dia terobsesi.”

Sergio menyeringai iblis saat melihat Grace sempat menampilkan ekspresi terkejut. “Dia yang motoin aku sama Mora. Dia juga yang bebasin cewek sialan itu dari rumah. Nggak tau diri,” desisnya diakhiri dengan decihan sinis.

“Adik?” beo Grace menepis cengkraman Sergio di dagunya. “Sejak kapan kamu punya adik?”

“Sejak Mama ku pergi.”

Tatapan Sergio meredup. “Dulu, Tante Wina itu sahabat Mama. Ferdinan juga sahabatku. Karena Ayah Ferdinan udah nggak ada, mereka terpaksa tinggal di rumah Papa Mama.”

Grace menyernyit.

“Dua tahun kemudian, pas aku umur delapan tahun, Mama jatuh dari tangga. Mama pergi,” kata Sergio pelan. “Belum ada seratus hari Mama ninggalin aku, Papa nikah, dan parahnya sama Tante Wina.”

“Setelah itu, aku sama Ferdinan jadi saudara.” Sergio mendongak, tatapannya kembali menajam saat menatap Grace. “Aku benci sama dia!”

Grace mundur karena terkejut saat kalimat terakhir diucapkan dengan nada yang mengerikan. Sebenarnya, ia sedang merasa bersalah.

Dua tahun menjalin hubungan dengan Sergio, ia baru tau fakta mengejutkan ini. Ternyata, masa lalu Sergio cukup kelam.

“Kenapa kamu baru cerita?” tanya Grace prihatin. Ia melihat bahu Sergio naik turun cepat.

“Nggak semudah itu.” Sergio maju, meraih sisi wajah Grace dan menatapnya penuh damba. “Tunangan, okay?”

***

Sergio itu tampan, mapan, dan tentunya penyayang. Hampir sebagian siswi di SMA Cendrawasih menggilai tipe lelaki semacam Sergio.

Tak hanya menang tampang, Sergio turut menjadi idaman karena keahliannya dalam mengharumkan nama sekolah.

Sebelum berpacaran dengan Grace, Sergio kerap kali mendapatkan pernyataan cinta dari para gadis. Sayangnya, tidak ada yang paling menarik selain Grace.

Tepatnya dua tahun lalu, Sergio menemukan Grace untuk pertama kalinya. Gadis itu membuatnya jatuh cinta hanya dengan tatapan lembutnya.

Dua minggu lamanya Sergio mengintai Grace sejak pertama kali melihatnya di perpustakaan sekolah. Gadis itu sungguh membuatnya penasaran.

Karena rasa tertariknya yang sudah berlebihan, Sergio nekat menyatakan perasaannya tepat di depan kelas Grace.

Hasilnya mengecewakan, Sergio mendapat penolakan dengan alasan Grace tidak mengenal dirinya. Kendati itu sebuah fakta, Sergio seakan buta.

Pemuda itu terus berupaya mendapatkan Grace. Memberi perhatian, mengantar jemput gadis itu ke sekolah, dan membantunya dalam urusan ekonomi meski hanya sedikit.

Tentu Sergio punya sebuah tujuan. Membuat Grace jatuh cinta. Dua minggu berlalu, nyatanya malah Sergio yang semakin jatuh. Berkali-kali Sergio menyatakan perasaannya, namun yang didapat hanya kekecewaan.

Suatu hari, Sergio melihat Grace dan Zayn berpelukan, di teras rumah gadis itu. Kobaran amarah memenuhi rongga dada Sergio hingga membuatnya sesak.

Dengan amarah yang menggebu, Sergio memukuli Zayn dengan sangat beringas. Zayn sudah sekarat, namun Sergio tidak juga berhenti.

Melihat Grace berteriak ketakutan karena lelaki lain seperti itu bagai beton menimpa hati Sergio. Gelap, Sergio dibutakan oleh kasih sayang sampai hampir membuat satu nyawa melayang.

Tubuh Zayn terguling. Grace semakin ketakutan, gadis itu terus menyerukan nama Zayn.

Sebuah ide melintas di kepala batu Sergio.

Membuat Zayn bahan ancaman untuk mendapatkan Grace adalah satu-satunya cara yang ada di pikirannya.

Tentu saja cara itu berhasil. Dia Sergio, seorang ambisius yang egois. Sergio mendapatkan Grace setelah satu bulan lebih menahan keinginannya akan gadis itu.

“Jadi kekasihku, atau dia mati?”

***

Come here!

Sergio merentangkan tangan, menyambut Grace untuk masuk kedalam dekapan hangatnya. Tangan besar Sergio mengusap punggung gadis itu.

I love you ....” gumam Sergio menatap lurus dinding rumah Grace.

“Hm.” Grace bergumam, dirinya sudah lelah menentang keinginan Sergio untuk bertunangan. Pada akhirnya, ia akan tetap kalah, bukan?

“Percaya sama aku, Sayang. Aku nggak akan pernah lepasin kamu setelah ini. Nggak akan pernah, sampai kapan pun.”

“Setelah tunangan, terus menikah nanti, kita pindah. Yang jauh dari orang-orang, aku nggak bakal biarin sesuatu ngejauhin kita,” tambah Sergio semakin ngawur.

“Aku sayang banget sama kamu. Please, we're engaged, okay?”

Iyain. Grace memejamkan mata, tak ingin merespon Sergio yang berubah cerewet itu. Dirinya lebih memilih menikmati detak jantung Sergio yang bertalu cepat.

Mungkin, ini adalah yang terbaik. Grace sudah jatuh terlalu dalam di lingkar kehidupan Sergio yang selalu mengejutkan.

Gadis itu sudah terantai kuat. Tidak bisa melepasnya kalau bukan dari diri Sergio sendiri.

Temukan ending versi terbaikmu!

***

tamat...

SERGIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang