Part 19

65 10 0
                                    

Assalamualaikum semuaaaa
Ahh udah lama banget ga next cerita karin
Maafin aku yang suka telat buat next cerita ini yaaa🙏

Selamat membacaaa


POV bang ari

**

Aku menghempaskan tubuhku ke atas kasur, memandang langit-langit kamar yang tiba-tiba berubah menjadi kelabu. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba hadir di hatiku, entah karena lega sudah mengeluarkan semua kekesalan ini atau karena rasa bersalah telah berbicara seperti tadi. Apakah aku kelewatan? Atau memang ini sudah benar? Ahhh pikiran ku kacau.

Aku mengacak rambutku, tanganku meraba sesuatu di daerah kepalaku, benjolan kecil bekas jahitan akibat kecelakaan 13 tahun silam, aneh bekasnya masih ada tak pernah hilang, seakan menjadi salah satu bukti yang jelas ketika ada orang yang bertanya alasanku membenci perempuan yang katanya adik ku itu. Ya ini luka waktu kecelakaan kecil dulu, haha luka ini tak seberapa dengan luka hatiku kala itu.

Karawang, 2004

"Pah ari mau maen sepeda di jalan, ayo pah kita sepedaan" ucapku merengek sore itu

"Besok aja ya, papah hari ini harus nemenin karin, adik kamu kan lagi sakit" ucap papah dengan lembut

"Tapi kan ari gak pernah main sama papah, lagian karin kan ada mamah yang jagain" ucapku polos

"Mamah harus bantuin abang kamu ngerjain tugas sekolah nya"

"Ari main sama siapa kalo gitu? " ucapku "ari main sendiri deh gapapa, di deket sini boleh ya pah? " ucapku memohon

"Yaudah boleh tapi jangan ke jalan raya ya"

"Siap komandan" ucapku sambil hormat ke papah.

Aku mengayuh sepeda dengan riang, tak ada sedikitpun rasa kesal karna tak pernah di temani main oleh mamah atau pun papah, aku tetap senang waktu itu, sampai tiba-tiba aku bosan dan mencoba bermain sepeda lebih jauh sampai ke jalan raya, tak ada ketakutan sama sekali waktu itu, aku hanya senang bisa bermain sepeda. Aku tak memedulikan teriakan orang-orang yang menyuruhku agar bersepeda di pinggiran jalan karena jalanan memang sedang padat-padatnya waktu itu. Sampai tiba-tiba, brakkkk... Mobil putih yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tubuh kecil ini yang sedang tertawa-tawa di sepeda. Lalu gelap, aku tak ingat apa-apa lagi.

Aku tidak marah saat aku kecelakaan waktu itu, aku hanya marah karna tak ada seorang pun yang mengunjungiku di rumah sakit, ya aku hanya di temani tetangga samping rumah selama di rumah sakit. Papah? Mamah? Abang-abangku? Jangan tanyakan mereka kemana, sudah pasti mengurus karin yang saat itu hanya sakit demam.

Aku mendengar percakapan papah waktu itu bersama ibu, tetangga yang waktu itu merawatku. Aku memang sengaja memanggil dia seperti itu.

"Tolong jaga ari ya, kami sedang kewalahan, saya harus mengurus abang-abangnya, ibunya harus merawat anak kami yang paling kecil, dia sedang sakit"

Hahhh kalau tidak bisa mengurusku kenapa harus melahirkanku, aku tidak pernah minta. Mulai saat itu juga aku membenci keluargaku terlebih karin
***

Di umur yang baru setahun, menjadi seorang abang aku kira menyenangkan, punya adik lucu yang bisa ku ajak bermain, memang benar 4 tahun aku merasakan rasa senang itu, dan sekarang aku menyesal telah meluangkan waktu selama 4 tahun untuk menyayangi adikku. Terserah kalian akan memanggilku dengan sebutan lebay atau abang yang kejam.
Bisa kalian bayangkan di umurku yang baru genap satu tahun harus sudah di tuntut mandiri, aku tak bisa tidur bareng mamah, tak bisa bermain bersama papah karna papah kewalahan dengan bang ben dan bang rey, bukan cuma itu masa kecilku lebih banyak ku habiskan bersama tetangga samping rumah. Ya mereka yang dari dulu selalu bersamaku.
Aku merasa tak punya saudara saat itu, belum lagi mamah yang selalu marah-marah tak jelas kala ku merengek manja meminta sesuatu darinya, aku belum mengerti apapun waktu itu. Aku hanya menangis marah lalu membanting pintu kamarku, aku tumbuh menjadi anak yang tempramental. Dan papah? Sama saja dia selalu menanyaiku dengan banyak pertanyaan dan menyalahkanku jika ada sedikit saja luka di tubuh karin.
Semuanya sama saja, aku benci mereka.

***
(Off)

Aku tak pernah menyangka jika bang ari membenciku karna hal itu, aku tidak marah sama sekali mendengar ucapan bang ari tadi, aku mengerti sekarang kenapa bang ari sebenci itu padaku, tak bisa ku bayangkan kalau aku ada di posisi bang ari, mungkin tak akan sekuat dia. Aku membayangkan juga bang ari yang masih kecil, yang masih butuh perhatian lebih dari orang rumah malah menjadi asing dan tak mendapat perhatian. Membayangkan bang ari yang kecelakaan dan masuk rumah sakit hanya di temani tetangga dan hanya di peluk kesendirian, sedangkan aku yang kala itu sakit mendapatkan pelukan hangat dari orang-orang rumah, membayangkan dia yang harus menerima teriakan marah dari mamah gara-gara hal sepele.

Jadi kehadiranku apa? Anugrah ataukah musibah?

Bayanganku tentang seorang putri di antara ke 3 pangeran sudah pupus, tak mungkin seorang putri sejahat ini, tak mungkin seorang putri merebut kebahagiaan pangerannya.

"Bang maafin karin" ucapku lirih di depan pintu kamarnya, aku menahan tangis

Aku berjalan mundur, dan segera berlari menuju kamarku.


Aihhh sekarang tau kan cerita dari sudut pandang bang ari?
Tetep pantengin cerita karin yaa

Terimakasih sudah setia dan membaca cerita karin.

Typo tandai yaa
Kritik saran aku tungguu💕
jangan lupa vote dan komen yaa
Follow juga: hilmaarifah15
Mari berteman:
Fb: hilma arifah
Ig: hilmaarifa15
Big luvv💕

#salamsatutimbangan🤘

Gendut? So what?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang