[02]

4.5K 345 18
                                    

Nunggu cerita ini?


“Gue nggak bisa ikut acara lo lo pada,” ucap seorang lelaki dengan kemeja biru muda yang ditutup sweater hitam.

“Balik lagi lo, No? Perasaan lo udah kayak anak mami aja, tiap minggu ngambil jatah jajan di rumah,” celetuk seorang lelaki dengan kaus putih yang menampakkan otot-otot kekarnya, Jason.

“Ngapain kali ini? Mami lu kangen lagi?” tanya Mario lelaki dengan kemeja yang menutupi kaos v-neck merahnya.

Tawa Jason seperti air yang keluar dari keran air, menyembur dengan kencangnya mendengar pertanyaan Mario.

“Lo nikmatin aja acaranya tanpa gue,” ucap lelaki itu dan berlalu meninggalkan kedua sahabatnya.

“Hino!”

Lelaki itu tidak perlu menengok ke belakang untuk mengetahui siapa yang meneriakkan namanya sambil berlari-lari. Dan benar saja, dua detik setelah itu sebuah tangan putih kecil sudah mendarat di pundaknya.

“Hobi banget ya lo gelantungan di badan gue. Kayak anak monyet nyasar aja lo!” ledek Hino dengan sadis.

“Ye ... Itu kangguru! Salah siapa tumbuh nggak ngajak-ngajak. Aku udah daftar di Institut Tinggi Badan, eh, kamu main tinggal aja.”

“Nono lo mau pulang lagi?” tanya gadis berbadan kecil dan rambut cepol itu kepada Hino.

“Iya. Mau nitip apa lo?” tanya Hino.

“Hehehe. Ketahuan deh! Gue mau nitip gue sendiri boleh nggak? Gue juga pengen pulang....” rengek gadis itu.

Nope. Yang lain. Gue cuman sehari doang. Kalau lo ikut, yang ada bisa seminggu gue di sana. Gue harus masuk minggu depan,” tolak Hino.

“Ciiiih. Tega bener ya lu sama tetangga. Gaya bener pake bilang mau masuk segala! Selama ini mana pernah kamu ikut kelas!” cibir gadis itu.

“Tetangga dari langit! Sejak kapan gue tetanggaan sama elo!”

“Yaaa ... Kan rumah mertua om ganteng aku di depan rumah kamu!” ujar gadis kecil itu mengembangkan senyuman bangga.

“Ya udah kalau kamu nggak mau ngajak akuuuh. Aku cuma mau nitipin ini ke rumah kakak aku!”

Gadis itu menyerahkan sebuah kotak yang dibungkus kertas hitam mengilap. Tidak ada alamat dan nama pengirim. Hino memicingkan matanya ketika melihat benda kotak tersebut.

“Lo nggak ngirim bom kan?” tanya Hino curiga.

“Iya. Aku mau membunuh kamu dengan bom ini.”

“Dianter kemana ini bom?” tanya Hino tidak peduli.

“Ini alamatnya.” Gadis itu menyerahkan secarik kertas ke tangan Hino.

“Nggak ke Panti Melayu?” tanya Hino bingung karena biasanya gadis itu menitipkan sesuatu ke panti itu.

“Nggak. Sekarang kakak aku tinggal di rumah kontrakannya biar deket sama tempat 
kerja,” jelas gadis itu.

“Imbalannya buat gue apa?” tanya Hino.

“Nggak ikhlasan banget sih nih orang. Maunya kamu apa?” tanya gadis itu.

“Mau gue lo selesain urusan gue sama Livia!”

What? Lagi? Kamu mutusin pacar tegaan bener? Lagian semua orang tahu kalau kamu itu bukan siapa-siapa aku. Mana percaya sih si Livia sama trik lama kita?” tanya gadis itu menolak.

“Itu urusan lo. Terserah pakai cara apa. Pokoknya sepulangnya gue dari Palembang Livia udah ex,” tandas Hino.

“Iiih ... Gue sumpahin lo kena kutukan kawin muda biar nggak bisa lagi mainin hati cewek!” geram gadis itu.

Hino (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang